Budayapatriarki sudah sangat kuat melekat di Indonesia. Didalam undang-undang perkawinan disebutkan bahwa peran suami adalah sebagai kepala keluarga dan istri sebagai ibu rumah tangga. Dari pasal tersebut, dapat disimpulkan bahwa peran isteri yang diakui oleh Undang-Undang hanyalah masalah lingkup rumah tangga.
Apabila ada cinta dalam perkawinan, Akan ada suasana harmoni dalam keluarga, Ketika suasana harmoni tercipta dalam rumah, Maka ada kedamaian dalam masyarakat, Apabila ada kedamaian dalam masyarakat, Maka akan tercipta kemakmuran dalam negara, Apabila ada kemakmuran dalam negara, Maka akan ada kedamaian di seluruh dunia Filsafat Confusius [1] Pengantar Lingkungan keluarga merupakan lingkungan pendidikan yang pertama, karena dalam keluarga inilah anak pertama-tama mendapat didikan dan bimbingan. Tugas utama dari keluarga bagi pendidikan anak sebagai peletak dasar bagi pendidikan. Orang tualah yang menjadikan anaknya baik atau buruk. Dari sinilah banyak cara menjadikan ranah pendidikan keluarga harus lebih efektif dan menghasilkan generasi yang baik. Seperti upaya pendidikan dilakukan jauh sebelum anak lahir, yakni di dalam kandungan. [2] Sering kali yang sangat berperan dalam pendidikan keluarga adalah ibu perempuan. Hal ini disebabkan oleh ibulah yang lebih banyak dalam kegiatan kerumahtanggaan domestic. Kebalikannya, laki-laki ayah banyak berperan di sektor luar publik. Ungkapan tersebut didukung hasil penelitian Nurun Najwah yang dilakukan di lingkungan akademisi di UIN Sunan Kalijaga yang berkesimpulan bahwa adanya peran ganda perempuan dalam keluarga terkait culture of law keluarga dan masyarakat.[3] Ayah bagaikan gunung yang tinggi, sedangkan ibu bagaikan lautan yang luas, di dalam pendidikan keluarga mereka berdua memiliki keunggulan masing-masing. Kedua potrensi yang ada dalam orang tua harus dimaksimalkan. Makalah singkat ini akan beripaya membahas peran ayah laki-laki dalam pendidikan keluarga. Sebelum membahas lebih jauh tentang peran laki-laki dalam pendidikan, akan dibahas pendidikan keluarga. Pendidikan Keluarga Pendidikan dalam arti luas mencakup seluruh proses hidup dan segenap bentuk interaksi individu dengan lingkungannya, baik secara formal, non formal maupun informal, sampai dengan suatu taraf kedewasaan tertentu. Adapun dalam konteks Islam ada istilah long life education. Dalam pandangan ilmuan antara lain 1. LANGEVELD setiap usaha, pengaruh, perlindungan dan bantuan yang diberikan kepada anak tertuju kepada pendewasaan anak tersebut atau membantu anak agar cukup cakap melaksanakan tugasnya sendiri 2. JOHN DEWEY proses pembentukan kecakapan2 fundmental secara intelektual dan emosional ke arah alam dan sesama manusia 3. ROUSSEAU memberi kita perbekalan yang tidak ada pada masa kanak-kanak, akan tetapi kita membutuhkannya pada waktu dewasa 4. DRIYARKARA pemanusiaan manusia muda atau pengangkatan manusia muda ke taraf insani 5. KI HAJAR DEWANTARA menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak, agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapatlah mencapai keselamatan dan kebahagiaan setinggi-tingginya 6. UNDANG2 NO. 20 TAHUN 2003 Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Sungguh mulia tujuan pendidikan itu. Namun, dengan banyaknya peristiwa dan kekurangan yang ada dalam dunia pendidikan, menuntut di antara masyarakat untuk membuat trobosan, antara lain dengan membuat pendidikan alternative. Berbagai program pendidikan yang dilakukan dengan cara berbeda dari cara tradisional. Secara umum pendidikan alternatif memiliki persamaan, yaitu pendekatannya bersifat individual, memberi perhatian besar kepada peserta didik, orang tua/keluarga, dan pendidik serta dikembangkan berdasarkan minat dan pengalaman. Menurut Jery Mintz, [4] Pendidikan alternatif dapat dikategorikan dalam empat bentuk pengorganisasian, yaitu 1. Sekolah public pilihan public choice; 2. Sekolah/lembaga pendidikan publik untuk siswa bermasalah student at risk; 3. Sekolah/lembaga pendidikan swasta/independent dan 4. Pendidikan di rumah home-based schooling. Pendidikan di Rumah Home Schooling dengan Peran Ayah yang lebih/Meningkat Termasuk dalam kategori ini adalah pendidikan yang diselenggarakan oleh keluarga sendiri terhadap anggota keluarganya yang masih dalam usia sekolah. Pendidikan ini diselenggarakan sendiri oleh orangtua/keluarga dengan berbagai pertimbangan, seperti menjaga anak-anak dari kontaminasi aliran atau falsafah hidup yang bertentangan dengan tradisi keluarga misalnya pendidikan yang diberikan keluarga yang menganut fundalisme agama atau kepercayaan tertentu; menjaga anak-anak agar selamat/aman dari pengaruh negatif lingkungan; menyelamatkan anak-anak secara fisik maupun mental dari kelompok sebayanya; menghemat biaya pendidikan; dan berbagai alasan lainnya Ingat, waktu kita hanya sedikit, anak tidak selamanya anak-anak, anak-anak terus berkembang menjadi remaja dan dewasa. Pada akhirnya, jangan sampai ketinggalan moment penting bersama anak. [5] Masa kecil anak, ibu harus bertanggung jawab lebih banyak, karena saat itu anak membutuhkan asuhan yang cermat dari ibu. Posisi kodrati ibu yang harus menyusui tidak bisa digantikan, namun jika ayah sejak dini berpartisipasi dalam kebersamaan menjaga buah hatinya, misalnya menemani ketika malam hari dan bersenda gurau. [6] Setelah anak itu tumbuh besar, ayah harus memberi didikan yang lebih banyak. Pada kenyataannya telah terbukti, bahwa masalah kecil dalam keseharian seorang anak acapkali menggantungkan ibunya. Tetapi di saat kritis dalam kehidupan, saat menghadapi masalah yang lebih besar, mereka akan menggantungkan pada ayahnya. Tidak peduli bagaimana pun juga, dalam masalah mendidik anak sebagai seorang ayah tidak boleh sama sekali melepas tanggung jawab dan tidak mau ikut mengurus, tanggung jawab ini harus diemban. Pendidikan keluarga telah menghimbau kaum pria untuk turut mendidik, dan sebagai seorang ayah harus mengemban tanggung jawab untuk mendidik anak-anaknya. Jangan melimpahkan tanggungjawab anak kepada isteri saja atau bahkan pembantu. Sebagai seorang ayah, mencampakkan tanggung jawab untuk mendidik anak-anaknya merupakan suatu kesalahan yang sangat besar. Anak-anak yang menerima pendidikan dari kaum perempuan ibu-ibu dewasa ini sudah cukup banyak. Bukankah di TK, SD dan SMA guru perempuan lebih banyak? Sebuah kasus ada seorang anak lelaki yang nyalinya sangat kecil, di dalam kelas dia tidak berani mengacungkan tangan untuk menjawab pertanyaan, walaupun menjawab suaranya pun kecil bagaikan suara nyamuk. Rapor pelajarannya selalu tidak bisa meningkat ke atas. Penelitian dan penyelidikan terhadap atas anak tersebut dilakukan. Hasilnya adalah anak tersebut waktu di rumah selalu mengikuti ibunya, dan ibunya ternyata bernyali sangat kecil, selalu takut anaknya terluka, maka dari itu dia selalu melindungi dan memborong semua pekerjaan, oleh sebab itu anaknya berwatak introvert tertutup dan bernyali kecil. Rekomendasi yang dilakukan adalah agar si ayah lebih banyak melakukan komunikasi dengan anaknya, dan pendidikan di dalam rumah dari ayah. Akhirnya, sang ayah mengajak si anak untuk pergi mendaki gunung, mendayung perahu, jiwa yang tak mengenal bahaya dan kesulitan serta besar dan lapang ini telah memberi pengaruh kepada watak dari anak itu. Akhirnya, nyali dari anak kian hari kian besar, di dalam kelas penuh dengan semangat mengacungkan tangan menjawab pertanyaan, rapor pelajarannya pun meningkat ke atas. Adapun fungsi dan peranan pendidikan keluarga[7] adalah Pengalaman pertama masa kanak-kanak Menjamin kehidupan emosional anak Menanamkan dasar pendidikan moral Memberikan dasar pendidikan sosial Peletakan dasar-dasar agama Dari sisi ajaran agama, dalam al-Tahrim 66 6, dalam penafsiran al-Sa’di[8] diungkap bahwa “Tidak akan selamat seorang hamba kecuali jika ia telah menunaikan perintah Allah terhadap dirinya dan terhadap siapa saja yang dibawah tanggung jawabnya dari para istri dan putra-putrinya, serta yang lainnya yang dibawah kewenangan dan pengaturannya. Tentunya, tangungjawab di dalam berkeluarga adalah berdua, ayah dan ibu laki-laki dan perempuan. Tentunya, lima hal di atas dapat dijadikan indikator dalam kesuksesan mengantarkan penddiikan anak-anaknya di lingkungan keluarga. Simpulan Laki-laki harus berperan dalam mendidik di lingkungan keluarga. Sebaiknya pendidikan sudah dimulai dari sebelum anak lahir. Ayah perlu meluangkan waktu yang cukup ke anak agar kuantitas komuniakasi dan pembentukan karakter kepribadian anak baik. Anak, tidak selamanya anak, dia akan tumbuh menjadi sosoknya sendiri. Berbegang dari kasus yang ada, wahai ayah, kaum laki-laki luangkan waktumu untuk mendidik anak-anakmu. Bahan Bacaan Adhim, Muhammad Fauzil. Saat Berbahagia untuk Anak Kita Yogyakarta. Pro-U Media, 2011. F Rene Van de Carr dan Marc Lehrer, While You’ re Expecting …. You Own Prenatal Classroom. Atlanta Humanics Trade, 1997. Jerry Mintz, Raymond Solomon, The handbook of alternative education, Macmillan Pub. Co., 1994.. Najwah, Nurun. “Double Burden dalam Keluarga Dosen Fak. Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga” dalam Muhammad Sodik ed., Dilema Perempuan dalam Lintas Agama dan Budaya. Yogyakarta PSW, 2005. Sa’di, Tafsir al-Sa’di atau Tafsir al-Karim al-Rahman. Beirut Mu’assasah al-Risalah, Solikhah, Mar’atus. Pola Pembagian Kerja Pria-Wanita Dalam Keluarga Modern Studi tentang Fenomena Peran Pria-Wanita pada Lingkungan Industri Kertas di Masyarakat Padi Kecamatan Turen Kabupaten Malang dalam Ulfah Anshar, Maria dan Mukhtar al-Shodiq, Pendidikan dan Pengasuhan Anak dalam Perspektif Jender Bandung Mizan, 2005. Widaningsih, Lilis. Relasi Gender Dalam Keluarga Internalisasi Nilai-Nilai Kesetaraan Dalam Memperkuat Fungsi Keluarg dalam *Disampaikan dalam Talkshow Peran Laki-laki dalam Mendukung Gerakan Perempuan Indonesia, tanggal 28 April 2011 di Omahstovia Café kerjasama antara SAPA dan HMI Cabang Yogyakarta. *Dosen Hadis Fak. Ushuluddin Studi Agama dan Pemikiran Islam UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, PSW UIN Sunan Kalijaga, E-Mail dan FB alfatihsuryadilaga atau Blog [2]F Rene Van de Carr dan Marc Lehrer, While You’ re Expecting …. You Own Prenatal Classroom Atlanta Humanics Trade, 1997. [3]Nurun Najwah, “Double Burden dalam Keluarga Dosen Fak. Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga” dalam Muhammad Sodik ed., Dilema Perempuan dalam Lintas Agama dan Budaya Yogyakarta PSW, 2005, 1-40. Pola tersebut akan bergeser di masyarakat industri., seperti dalam penelitian Mar’atus Solikhah, Pola Pembagian Kerja Pria-Wanita Dalam Keluarga Modern Studi tentang Fenomena Peran Pria-Wanita pada Lingkungan Industri Kertas di Masyarakat Padi Kecamatan Turen Kabupaten Malang dalam [5] Muhammad Fauzil Adhim, Saat Berbahagia untuk Anak Kita Yogyakarta. Pro-U Media, 2011, 11. [6]Dicontohkan oleh Nabi saw. sering bermain kuda-kudaan dengan cucu beliau Hasan dan Husein atau menggendong cucunya, Umamah ibn Abi al-Ash ketika shalat dan masih banyak cerita lain interaksi Nabi saw. dengan anak-anak. .21. [7]Disarikan dari berbagai buku antara lain, Maria Ulfah Anshar dan Mukhtar al-Shodiq, Pendidikan dan Pengasuhan Anak dalam Perspektif Jender Bandung Mizan, 2005, 21-35. [8]Al-Sa’di, Tafsir al-Sa’di atau Tafsir al-Karim al-Rahman Beirut Mu’assasah al-Risalah, Salahsatu faktor yang menyebabkan terjadinya pembagian peran secara tradisional adalah karena adanya stereotype akan peran laki-laki dan perempuan. Laki-laki dianggap sebagai sosok yang maskulin, kuat dan dominan sehingga dianggap lebih sesuai untuk bekerja dan bertanggung jawab atas semua keputusan dan kebutuhan rumah tangga. Meskipun kini perempuan sudah turut melibatkan diri sebagai pemimpin, perjalanan melawan konstruksi budaya belum berakhir. Lingkungan sosial masih beranggapan bahwa kepemimpinan yang baik hanya dapat dilaksanakan dengan baik oleh peran laki-laki. Data dari Badan PBB untuk perempuan, UN Women, menunjukkan bahwa hanya 22 perempuan yang menjabat sebagai kepala negara atau kepala pemerintahan, sedangkan 119 negara tidak pernah memiliki pemimpin perempuan sama sekali. Sementara di industri bisnis, menurut laporan Grant Thornton International yang dipublikasikan pada 2019, secara keseluruhan, perempuan memegang 29 persen kepemimpinan senior secara global, angka yang hanya naik 10 persen dalam 15 tahun terakhir. Selain itu, hanya 15 persen bisnis di dunia yang memiliki perempuan CEO. Posisi senior yang paling banyak dijabat perempuan adalah direktur sumber daya manusia, yaitu 43 persen. Berdasarkan data tersebut, dapat dikatakan bahwa perempuan masih tertinggal dalam urusan kepemimpinan. Untuk meningkatkan kepemimpinan perempuan, perlu ada kontribusi laki-laki sebagai pihak yang mendominasi banyak sektor, terutama di masyarakat yang masih patriarkal ini. Kontribusi laki-laki dapat dimulai dari lingkungan keluarga hingga institusi. Berikut peran laki-laki yang dapat membantu dalam membentuk kepemimpinan perempuan. 1. Ayah Mengambil Peran Laki-laki Di Rumah yang Bisa Mendorong Anak Perempuan jadi Pemimpin Seorang ayah harus bisa mengambil peran laki-laki yang dapat mendampingi, mengajari dengan kesabaran, dan menanamkan nilai-nilai serta kepercayaan diri penting agar anak memiliki kemampuan untuk melakukan sesuatu yang lebih baik. Hal-hal tersebut merefleksikan sifat yang dibutuhkan dalam menjalankan kepemimpinan, yakni kemampuan untuk mengobservasi, berani mengambil keputusan, dan mendengarkan anggota timnya, bukan hanya memberikan evaluasi kinerja tanpa adanya arahan. Baca Juga Theresa Kachindamoto Pemimpin Perempuan penyelamat Anak-Anak Perempuan Malawi Tak hanya itu, peran laki-laki yang dapat memperlakukan pasangannya sebagai mitra yang setara akan menjadi contoh baik kepada anak perempuan soal pentingnya kesetaraan dan itu sesuatu yang harus dituntut dari lingkungannya. Selain itu, seorang ayah juga perlu membebaskan anak dalam menentukan cita-cita tanpa mengkritisi pilihannya. Hal ini merupakan wujud dukungan sehingga muncul keberanian dan tekad dalam diri anak. Hindari memberikan opini yang seolah menjadi risiko apabila perempuan ingin berperan sebagai seorang pemimpin, seperti sulit menemukan pasangan atau kewajiban perempuan ialah mengurus rumah tangga. 2. Peran Kakak Laki-laki yang Dapat Mengajari Adik Perempuan Hubungan kakak beradik menjadi salah satu lingkungan pertama anak-anak dalam mempelajari hubungan sosial. Melalui hubungan ini, peran kakak laki-laki dibutuhkan dalam memberikan pemahaman terkait lingkungan sosial. Ia dapat menyampaikan bahwa perempuan dan laki-laki adalah setara dan sama, adik perempuan bisa main apa saja seperti dirinya, dan perempuan bisa menjadi apa pun yang dia mau, bahkan di bidang studi atau sektor yang didominasi laki-laki. Kakak laki-laki juga bisa memberikan contoh-contoh pengetahuan tentang perempuan-perempuan inspiratif. Atau menjadi teman berdiskusi yang baik untuk mengajarkan adiknya agar berani berpendapat di lingkungan keluarga maupun sekolah. 3. Teman yang Ada Bagi Sahabat Perempuan Sebagaimana peran seorang teman, keberadaan atau peran laki-laki dapat mendorong perempuan untuk berani maju dan mengambil risiko dalam melakukan pekerjaan. Dukungan tersebut akan memberikan kenyamanan dan menciptakan mindset positif sehingga perempuan siap untuk melakukan perubahan dalam kariernya, misalnya. Baca Juga Contoh Pemimpin Idola yang Bisa Dijadikan Panutan Dalam menjalankan kepemimpinan, tentunya terdapat banyak tuntutan sehingga memengaruhi kesehatan fisik dan mental. Pada situasi ini, dukungan seorang teman tak kalah penting untuk work-life balance. Oleh karena itu, sebaiknya luangkan waktu sejenak dan ajak mereka untuk bersenang-senang, serta berikan ruang untuk saling menceritakan keseharian. Aktivitas ini dapat mengembalikan energi sekaligus memperkuat ikatan interpersonal yang dimiliki. Kemudian, terdapat beberapa hal yang perlu dilakukan pada saat tertentu, seperti merayakan keberhasilan untuk mengapresiasi kinerja dan dampak kepemimpinan yang diciptakan dalam pekerjaannya. 4. Pasangan yang Menjadi Mitra Sejajar Sebuah studi dari Vannoy dan Philliber pada 1992 menemukan bahwa harapan seorang suami, identitas peran gender, dan dukungan terhadap istri yang bekerja berkaitan dengan kualitas pernikahan. Suami dapat menunjukkan kontribusinya dalam karier istri, yakni dengan bertukar pikiran untuk mendiskusikan topik atau permasalahan yang berkaitan dengan pekerjaannya dan bekerja sama dalam menjaga anak. Dukungan emosional pun dapat diwujudkan, seperti berperan sebagai pendengar yang baik, serta memahami dan percaya pada tujuan kariernya. Selain itu, memberi pengakuan atas pekerjaannya pun mampu membuat mereka merasa dihargai karena afirmasi dikategorikan sebagai hal yang penting. Baca Juga Belajar Jadi Pemimpin dan Meniti Karier di Bidang STEM dari Nyoman Anjani Dengan demikian, istri akan merasakan keterlibatan suami, baik dalam pengembangan diri maupun pencapaian karier. 5. Atasan yang Menjadi Mentor Pada 2010, hasil riset Personnel Psychology, sebuah lembaga penelitian yang memusatkan risetnya pada kondisi psikologis orang-orang di tempat kerja, menunjukkan bahwa bimbingan yang diberikan oleh atasan laki-laki mampu memberikan kontribusi dalam meningkatkan kesuksesan karier perempuan, terutama bagi mereka yang bekerja di industri yang didominasi laki-laki. Sebagai atasan dalam lingkungan kerja, laki-laki dapat melibatkan dirinya sebagai seorang mentor. Melalui peran tersebut, ia mampu menggunakan otoritasnya dalam memberikan pengembangan profesional guna membekali anggotanya dalam mengembangkan skill kepemimpinan. Kegiatan tersebut akan membantu para perempuan untuk menemukan kapabilitas dalam dirinya. 6. Kolega yang Mendukung Perempuan Kenyamanan lingkungan kerja menjadi tanggung jawab seluruh anggota tim di mana setiap orang berkeinginan dan perlu dihargai. Oleh karena itu, para kolega pun perlu memberi ruang bagi perempuan untuk menyampaikan aspirasinya dan melibatkan mereka untuk berkontribusi dalam mengambil berbagai keputusan. Dengan demikian, tak ada yang merasa diasingkan atau diperlakukan sebagai minoritas dalam lingkungan kerja. Baca Juga 8 Tanda Kantor Dukung Perempuan yang Patut Dicontoh Untuk mendukung perempuan dalam kepemimpinan, para kolega juga dapat memberikan mereka kesempatan untuk memimpin berbagai project. Dengan memberikan kesempatan, perempuan akan menemukan keunggulannya, hal yang disukai, dan menunjukkan potensi kepemimpinannya. Para atasan perusahaan pun akan memberikan pengakuan dan promosi untuk kariernya. Itulah beberapa peran laki-laki yang dibutuhkan dalam membentuk kepemimpinan perempuan. Perlu dilakukan kerja sama untuk membuat suatu perubahan dalam menciptakan kesetaraan gender sehingga keduanya memiliki kesempatan yang sama untuk menjadi pemimpin yang baik. Read More RENUNGANPRIA punya PERANAN yang SANGAT VITAL dalam keluarga. APLIKASI 1. Jika Anda seorang pria, bagaimana peranan Anda selama ini dalam keluarga Anda? 2. Menurut Anda, mengapa seorang pria memiliki peranan yang sangat vital dalam keluarga? 3. Setelah membaca renungan hari ini, komitmen apa yang akan Anda ambil untuk dapat mengaplikasikannya?
Kenaikan angka kehamilan tidak direncanakan selama pandemi Covid-19 terus mengalami peningkatan. Selain itu, potensi meningkatkan penularan HIV-AIDS, terutama di kalangan ibu rumah tangga dan anak juga terus memperlihatkan angka kasus terbaru. UNFPA menyebutkan bahwa pandemi diperkirakan akan menambah 7 juta Kehamilan Tidak Direncanakan KTD secara global, sedangkan BKKBN menyebutkan bahwa di Indonesia, pandemi Covid-19 berpotensi untuk meningkatkan kehamilan tidak direncanakan di Indonesia sebesar 420 ribu. “Tidak dipungkiri bahwa masih banyak masyarakat yang mengabaikan himbauan untuk menggunakan kontrasepsi pada masa pandemi, padahal kehamilan di masa pandemi memiliki berbagai macam tantangan kesehatan karena akses terhadap layanan kesehatan saat ini lebih banyak diprioritaskan untuk pelayanan pasien dengan indikasi Covid-19," ucap Basuki Dwi Harjanto selaku Head of Market Access & Programs DKT Indonesia. Selain itu, Dwi Harjanto menjelaskan bahwa ibu hamil di masa pandemi banyak yang tidak mendapatkan screening triple elimininasi HIV, Sifilis, dan juga Hepatitis secara menyeluruh, sehingga hal tersebut berisiko untuk meningkatkan penularan kepada mengatasi permasalahan ini, laki-laki sebagai suami mempunyai andil besar dalam upaya pencegahan terhadap ledakan kehamilan tidak direncanakan, penularan HIV-AIDS dari istri dan anak serta pencegahan terhadap Covid-19. Maka dari itu, DKT Indonesia dalam Webinar Lelaki Andalan, Peduli, Setara dan Bertanggung-Jawab pada Rabu 17/06/2020 untuk mengampanyekan 8 peran utama “Lelaki Andalan” dalam ingin mengetahui 8 poin terkait peran utama suami sebagai lelaki andalan, kali ini telah merangkumnya. 1. Membantu mempertahankan dan meningkatkan kesehatan ibu seorang lelaki andalan, suami harus bisa mempertahankan dan meningkatkan kesehatan ibu hamil. Memang perlu diingat bahwa kesehatan selama masa kehamilan menjadi nomor satu karena penting untuk dijaga. Kesehatan tersebut tidak hanya untuk istri, melainkan untuk janin di dalam kandungannya. Dukungan suami tanpa disadari dapat meningkatkan kondisi kehamilan ibu hamil secara fisik dan mental. Sejak trimester pertama kehamilan, setidaknya suami sudah harus paham dan mulai beradaptasi ketika istri sudah mengandung. Ini bertujuan agar lebih memahami segala kebutuhan yang diperlukan oleh ibu hamil. 2. Merencanakan persalinan aman oleh tenaga medisFreepikSebelum tanggal persalinan semakin dekat, ada baiknya pasangan suami dan istri yang akan segera memiliki anak mulai melakukan perencanaan. Perencanaan yang aman ketika proses persalinan sangat dibutuhkan agar terhindar dari trauma. Sebagai suami yang harus bisa diandalkan di dalam keluarga, tidak ada salahnya untuk berkonsultasi dengan tenaga medis atau doula dalam merencanakan persalinan yang aman nantinya. Ini diperlukan apalagi jika persalinan tersebut baru pertama kali terjadi. Persiapan dengan baik ya, Menghindari keterlambatan dalam mencari pertolongan medisFreepikKesehatan keluarga tentu menjadi keinginan semua orang. Namun, terkadang semuanya tidak akan berjalan mulus dan sesuai dengan harapan. Jika sewaktu-waktu terjadi sesuatu pada istri atau anak, maka suami perlu berperan dengan sigap. Perannya sebagai seseorang yang diadalkan setidaknya perlu menghindari keterlambatan dalam mencari pertolongan medis. Editors' Picks4. Membantu perawatan istri dan bayi setelah persalinanUnsplash/Aaron ThomasPasca persalinan ada hal yang masih perlu diperhatikan yakni memenuhi kebutuhan gizi melalui makanan selama memulihkan diri. Asupan makanan bergizi yang dikonsumsi istri nantinya juga akan didapatkan oleh bayi melalui ASI. Ketika Papa masih memiliki waktu cuti panjang untuk menemani istri pasca persalinan, maka bisa dimanfaatkan dengan baik untuk memanjakan selama proses pemulihan. Tidak ada salahnya meluangkan waktu membuatkan makanan yang spesial dan manfaatkan ini sebagai salah satu bentuk cinta. Pilihlah menu-menu yang mudah, namun tetap memenuhi gizi agar proses pemulihan bisa lebih cepat. Selain itu, perhatikan perkembangan si Kecil dari hari sekaligus membiarkan istri untuk beristirahat sejenak. 5. Menjadi sosok Papa yang bertanggung-jawab Unsplash/Jonas KakarotoJika istri akan biasanya meningkatkan kualitas hubungan bersama si Kecil lewat proses menyusui, Papa bisa memberikan kualitas hubungan dalam bentuk lain. Cobalah untuk mencari hiburan dengan mengajak si Kecil bermain. Tidak perlu sampai ke luar rumah untuk mencari hiburan, carilah alternatif terdekat. Si Kecil bisa diajak jalan-jalan ke area rumah seperti taman belakang. Walau masih di sekitar rumah, setidaknya si Kecil bisa mencari udara segar. Selain menambah kedekatan, momen tersebut juga akan meningkatkan kualitas hubungan menjadi lebih hangat. 6. Mencegah penularan Infeksi Menular Seksual IMS Pexels/Magda ElhersInfeksi menular seksual IMS mudah sekali tersebar melalui kontak seksual. Ada beberapa faktor yang dapat meningkatkan proses penularan mulai dari hubungan seks vaginal, anal dan ini disebabkan karena adanya bakteri, virus atau parasit yang ditularkan melalui kontak seksual. Sebagai suami andalan, maka perlu sekali peduli terhadap infeksi menular seksual ini agar kesehatan keluarga tetap Menghindari kekerasan terhadap perempuan serta bias genderFreepik/NoxosKekerasan dalam rumah tangga menjadi salah satu pemicu keluarga tidak harmonis dan meningkatkan anak-anak dengan gangguan perkembangan secara psikologis. Terlalu sering cekcok hingga berujung kekerasan akan menjadi awal terbentuknya hubungan keluarga yang tidak sehat. Ketika ada permasalahan yang muncul dalam kehidupan rumah tangga, ada baiknya diselesaikan secara baik-baik. Usahakan berkomunikasi dengan baik agar bisa mencari solusi yang tepat. 8. Turut berpartisipasi dalam program KB dengan menggunakan kontrasepsiUnsplash/ReproductiveHealthSuppliesCoalitionPoin lelaki andalan yang perlu ditingkatkan saat ini yakni turut berpartisipasi dalam program KB dengan menggunakan kontrasepsi. Hal ini seringkali dilupakan, sehingga banyak pasangan yang kebobolan hamil. Berdasarkan data dari DKT Indonesia, kesadaran laki-laki untuk menggunakan kontrasepsi masih sangat kurang, terbukti dengan hanya 2,5 persen laki-laki yang menggunakan kondom dan 0,2 persen laki-laki yang melakukan vasektomi untuk program perencanaan keluarga mereka. Bahkan, tak jarang banyak laki-laki yang melarang istrinya untuk Dr. Adi Sasongko, pakar HIV Indonesia menyebutkan bahwa hingga saat ini, stigma negatif kondom sebagai sebuah alat kontrasepsi masih menjadi salah satu hambatan terhadap peningkatan penggunaan kondom di Indonesia. Stigma tersebut diakibatkan karena kampanye kondom selalu dikaitkan dengan cara pencegahan penularan HIV-AIDS ke ruang publik, sehingga yang terpatri di masyarakat bahwa kondom hanya sebagai “alat kenakalan laki-laki”. Padahal penggunaan kondom diperlukan sebagai alat triple protections sebagai pencegahan terhadap Infeksi Menular Seksual & HIV-AIDS, pencegahan terhadap kehamilan yang tidak direncanakan serta pencegahan terhadap Covid-19. Faktanya, kondom adalah alat kontrasepsi yang non hormonal, sangat efektif dan efisien, paling mudah didapat dengan harga terjangkau daripada alat kontrasepsi masyarakat perlu diluruskan, karena kondom memiliki ketebalan antara hingga milimeter, sehingga tidak akan mempengaruhi kualitas bercinta pasangan. Selain itu, kondom menjadi alat kontrasepsi yang paling minim risiko dan tidak memiliki efek hormonal sekaligus dapat menambah kepuasan bercinta dengan lanjut, penggunaan kondom juga membiasakan laki-laki untuk lebih bertanggung-jawab dan tidak egois. Karena selama ini, kesadaran penggunaan alat kontrasepsi titik-beratnya ada pada kaum beberapa rangkuman terkait 8 peran utama suami sebagai lelaki andalan. Semoga informasi ini bisa menjadi motivasi tersendiri dan tentunya jugaDemi Puaskan Suami, Begini Cara Mengatasi Vaginismus dengan TerapiPandemi Belum Berakhir, Jumlah Ibu Hamil Kian Meningkat di Kota SerangKasus Kekerasan Terhadap Anak Meningkat Selama Pandemi Covid-19
Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allâh telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (wanita) dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka." Dalam surat ini jelas bahwa Allah telah memberikan kelebihan bagi Papa untuk menafkahkan rezekinya untuk keluarganya.
– Menjadi suami dan ayah ideal dalam rumah tangga, tentu menjadi dambaan setiap pria. Meski demikian, tak mudah meraih predikat itu. Butuh ilmu dan kesadaran seorang pria terhadap perannya. Inilah peran seorang pria dalam rumah tangga. “Arrijalu qowwamuna alaa nisaa”, sebuah terjemahan potongan ayat yang menyatakan bahwa laki-laki adalah pemimpin atas wanita. Artinya, laki-laki terlahir sebagai pemimpin atas wanita, termasuk di dalam rumah tangganya. Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam pernah bersabda, “Sebaik-baik kalian adalah orang yang paling baik dalam bergaul dengan keluarganya dan aku adalah orang yang paling baik dalam bergaul dengan keluargaku.” Allah subhanahu wa ta’ala juga berfirman, “Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum perempuan, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka laki-laki atas sebahagian yang lain perempuan, dan karena mereka laki-laki telah menafkahkan sebagian dari harta mereka.” QS an-Nisaa’ 34 Al-Imam Ibnu Katsir berkata tentang tafsir ayat di atas, “Dengan sebab harta yang mereka belanjakan berupa mahar, nafkah dan tanggungan yang Allah subhanahu wa ta’ala wajibkan atas mereka seperti yang tersebut dalam kitab-Nya dan sunnah Nabi-Nya, maka pria lebih utama dari wanita serta memiliki kelebihan dan keunggulan di atas wanita, sehingga pantas menjadi pemimpin bagi wanita, sebagaimana firman Allah subhanahu wa ta’ala artinya, “Para suami memiliki kelebihan satu tingkatan di atas para istri.” Al Baqarah 228. Kemudian Al-Imam Ibnu Katsir berkata dalam menafsirkan ayat di atas, “Para suami memiliki kelebihan satu tingkat di atas para istri yaitu dalam keutamaan, dalam penciptaan, tabiat, kedudukan, keharusan menaati perintahnya dari si istri selama tidak memerintahkan kepada kemungkaran, dalam memberikan infak/belanja.” Lihat Tafsir Ibnu Katsir pada ayat tersebut. Peranan Suami sebagai Pemimpin Rumah Tangga Sebagai pemimpin rumah tangga, seseorang suami mempunyai kewajiban-kewajiban. Pertama, kewajiban memberi nafkah bagi keluarga istri dan anak-anaknya. Seorang suami berkewajiban memenuhi kebutuhan sandang, pangan, dan papan bagi keluarganya. Seorang suami wajib menafkahi istri dan anak-anaknya, menyediakan tempat tinggal serta mengadakan pakaian untuk mereka sesuai kemampuannya. Hal ini tidak boleh dilalaikan oleh seorang suami. Dia dijadikan sebagai pemimpin terhadap istri dan anak-anaknya di antaranya karena telah menafkahi mereka. Allah berfirman, “Kaum pria adalah pemimpin bagi kaum wanita, disebabkan Allah telah melebihkan sebagian mereka kaum pria di atas sebagian yang lain dari kaum wanita dan disebabkan kaum pria telah membelanjakan sebagian dari harta mereka.” An Nisa 34. Dalam memenuhi kebutuhan keluarga hendaklah seorang suami mencari nafkah dengan cara yang halal agar diberkahi oleh Allah subhanahu wa ta’ala dan mendapat pahala karena telah memenuhi kebutuhan keluarganya. Kedua, kewajiban membina dan mendidik mereka. Dalam hal ini Allah menjelaskan dalam firmanNya, “Wahai sekalian orang-orang yang beriman, jagalah selamatkanlah dirimu dan keluargamu dari dahsyatnya an naar api neraka.” At Tahrim 6. Al-Imam As-Sa’di rahimahullah dalam tafsir ayat tersebut berkata, “Tidak akan selamat seorang hamba kecuali jika ia telah menunaikan perintah Allah terhadap dirinya dan terhadap siapa saja yang dibawah tanggung jawabnya dari para istri dan putra-putrinya, serta yang lainnya yang di bawah kewenangan dan pengaturannya.” Lihat Tafsir As Sa’di pada ayat tersebut. Ketiga, kewajiban bergaul dengan mereka secara baik. Hendaknya seorang suami dalam membina keluarganya dengan cara yang baik, lemah lembut dan penuh kasih sayang, bukan dengan kekerasan. Allah subhanahu wa ta’ala telah memerintahkan dalam firman-Nya artinya, “Bergaullah dengan mereka secara patut.” Kemudian, Al-Imam Ibnu Katsir ketika menafsirkan, “Maniskanlah perkataan kalian terhadap mereka, baguskanlah perbuatan dan penampilan kalian sebagaimana kalian senang jika istri-istri kalian seperti itu, maka berbuatlah engkau untuk dia seperti itu pula.” Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam juga bersabda,”Sesungguhnya tidaklah kelemah-lembutan itu ada pada sesuatu melainkan akan menghiasinya, dan tidaklah kelemah-lembutan itu dicabut darinya melainkan akan menjadikannya jelek.” HR. Muslim no. 4698. Demikian beberapa ulasan mengenai peran laki-laki di dalam sebuah rumah tangga. Kontributor Mufatihatul Islam Editor Muhammad Nashir
Pertama kewajiban memberi nafkah bagi keluarga (istri dan anak-anaknya). Seorang suami berkewajiban memenuhi kebutuhan sandang, pangan, dan papan bagi keluarganya. Seorang suami wajib menafkahi istri dan anak-anaknya, menyediakan tempat tinggal serta mengadakan pakaian untuk mereka sesuai kemampuannya.
Pernikahan melibatkan tanggung jawab yang besar. Pendapat telah mengakar di masyarakat bahwa suami dan istri memiliki peran mereka sendiri dalam keluarga, yang membebankan tanggung jawab tertentu pada mereka. Apakah peran-peran ini ada sama sekali, ataukah memang sudah melekat dalam kodrat manusia?Henry Bowman, dalam bukunya Marriage in Modern Society, membandingkan pasangan dengan gembok dan kunci. Dia percaya bahwa hanya dengan menggabungkan semua upaya mereka bersama, pasangan dapat mencapai apa yang tidak dapat mereka lakukan secara terpisah. Anda tidak dapat membuka kunci dengan kunci, tetapi kunci dengan dan perempuan berbeda, termasuk dalam mentalitas, yang berarti peran mereka dalam keluarga juga berbeda. Untuk memahami peran seorang pria dalam sebuah keluarga, Anda perlu melihat ke belakang beberapa ribu tahun. Lagi pula, butuh waktu lama untuk berkembang. Ini terjadi karena suatu alasan, tetapi dari data fisik dan kemampuan pria itu. Tak heran jika pria dianggap sebagai jenis kelamin yang adalah kepala keluargaLaki-laki adalah pencari nafkah dalam keluargaSeorang pria adalah jack of all tradesLaki-laki — ayahLaki-laki adalah kepala keluargaPeran utamanya adalah tanggung jawab untuk keluarganya. Dia adalah kepala keluarga. Semua keputusan dan masalah serius ada di pundaknya. Bagaimanapun, dia adalah pelindung. Itu adalah sifatnya. Seorang pria bertanggung jawab atas hasil akhir, dan bukan untuk fakta bahwa sesuatu tidak berhasil baginya. Bukan karena dia tidak melakukannya. Dia harus melakukan yang terbaik untuk memberikan hasil yang baik pada akhirnya. Dia bertanggung jawab untuk “menikah” tampaknya mengisyaratkan kepada kita bahwa seorang wanita berada di belakang suaminya yang perkasa, di belakang suaminya, yang setiap saat akan bergegas membelanya. Akan melindungi dia dan anak-anaknya dari kesulitan dan kesulitan. Hanya dengan begitu dia akan merasakan dukungan dan rasa hormat dari ada pendapat umum bahwa seorang pria menundukkan seorang wanita dalam keluarga, sebaliknya, semua — dan sebaliknya. Wanita pada dasarnya mandiri, sulit untuk memaksa mereka untuk patuh. Menariknya, jika seorang suami mematuhi wanitanya, maka wanita itu sebagai tanggapan mulai mematuhi suaminya. Dengan kelahiran anak-anak, itu ditransfer kepada mereka. Ketundukan dan pelayanan tidak berarti menjadi keset, seperti yang diyakini banyak orang, di kalangan orang yang berpikiran memberikan kasih sayang dan kelembutan kepada suami, istri, anak-anak. Jika orang tua saling menaati, maka anak-anak menaati mereka. Jika orang tua memperlakukan satu sama lain dengan kelembutan, maka anak-anak, mengadopsi kelembutan ini, menyebarkannya ke semua kerabat. Mesin utama pria adalah cinta adalah pencari nafkah dalam keluargaSelain perlindungan moral dan fisik, seorang pria menafkahi keluarganya secara finansial. Dia adalah penyedia. Dia mendapatkan uang untuk memberi makan keluarga, menyediakannya dalam segala hal, sehingga tidak membutuhkan apa pun. Sehingga anak-anak memiliki sesuatu untuk diberi makan, pakaian, dipakai. Nah, untuk memberi makan, memakai sepatu dan berpakaian sudah menjadi fungsi istri. Menghasilkan uang dapat dibandingkan dengan perang untuk pria, tetapi penting bahwa di “belakang” dia menunggu perawatan, kenyamanan dan cinta yang diberikan istri dan anak-anaknya yang pengasih. Dia harus merasakan dukungan ini, sehingga besok dengan semangat baru, dia akan kembali memasuki “pertempuran”. Ini membuatnya percaya pada dirinya sendiri dan mencapai ketinggian baru. Ini membantunya memenuhi perannya pria adalah jack of all tradesSelain fungsi-fungsi ini, seorang pria menangani masalah rumah tangga yang membutuhkan intervensi fisik pria. Ini termasuk solusi untuk masalah kecil perbaiki wastafel, gantung rak, paku; untuk sesuatu yang megah membangun garasi atau rumah untuk — ayahSelain itu, seorang pria, seperti seorang ayah, tidak boleh melupakan anak-anaknya. Apa peran seorang pria sebagai seorang ayah? Ayah tidak boleh mengabaikan masalah mereka, menyerahkan segalanya kepada ibu mereka. Dia, seperti istrinya, memikul tanggung jawab besar untuk menjadi orang seperti apa anak-anaknya nanti. Dia harus menjadi otoritas bagi mereka. Terutama untuk putra. Seorang ayah harus mengajari putranya semua yang dia tahu memperbaiki beberapa hal kecil, menggali tempat tidur taman, mengencangkan usia transisi, anak laki-laki membutuhkan ayah lebih dari sebelumnya, karena pada saat ini, anak laki-laki pemberontak keluar dari asuhan ibu mereka, dan sangat penting bahwa ayah berada di dekatnya pada waktunya. Sekarang ayah harus membuktikan otoritas ibu kepada anak laki-lakinya, sebagaimana ibu pernah membuktikan otoritas ayah kepada anak laki-lakinya. Sayangnya, statistik saat ini menunjukkan bahwa pria di negara kita tidak mengatasi peran ayah. Sekitar 50% anak-anak tumbuh dalam keluarga dengan orang tua tunggal, dan dari 50% sisanya, sebagian besar berbicara negatif tentang ayah dunia sekarang ini, pernikahan yang bahagia menjadi semakin jarang. Mungkin alasannya terletak pada kenyataan bahwa perempuan telah menjadi lebih mandiri dan mandiri. Perempuan benar-benar menyerbu dunia laki-laki, dengan alasan kesetaraan hak dan feminisme. Mereka mengambil “kendali” di tangan mereka yang rapuh dan lembut dalam hubungan keluarga, dengan demikian menindas laki-laki. Sebelumnya, peran laki-laki dan perempuan dalam keluarga diketahui semua orang laki-laki adalah penopang keluarga, yang harus menopangnya; seorang wanita adalah penjaga perapian, terlibat dalam pengasuhan garis sudah mulai kabur, untuk pernikahan yang bahagia Anda perlu memiliki kualitas yang selaras dengan kualitas babak kedua, maka pernikahan akan bahagia. Apa yang membuat pencarian pasangan dalam kehidupan keluarga lebih lama dan lebih sulit. Setiap orang harus memenuhi perannya, Anda tidak dapat mengalihkan fungsi Anda ke pundak orang lain. Pasangan harus saling melengkapi, bukan menekan. Hanya dengan begitu pernikahan mereka akan kuat dan PRIA DALAM KELUARGA — Ya Saya Melakukannya oleh Julia Levkovskaya Toidentify the extent to which the role of men in family planning is influenced by some factor, the analysis method of library materials, such as thesis, scientific journals, textbooks, articles, monographs, and reports of other research is used. ABSTRAK GILANG SURYANATA HARUMPUTRANTO. Peran Laki-laki dalam Perencanaan Keluarga. Di bawah bimbingan EKAWATI SRI WAHYUNI dan DINA NURDINAWATI.
Melihat lagi pengalaman kita sedari kecil, tentu kebanyakan dari kita ingat bahwa para ibu sibuk dengan urusan rumah tangga seperti mencuci, menyiapkan makanan, memandikan anak dll; sementara para ayah sibuk dengan urusan luar rumah bekerja, bersosialisasi, menghadiri rapat RT dll. Nampaknya, kini peran itu tidak terlalu banyak berubah, meskipun saat ini kesadaran untuk melibatkan laki-laki dalam peran domestik sudah lebih terlihat. Pembagian peran seperti di atas ternyata turut mendorong para orangtua untuk “mengajarkan” bagaimana anak laki-laki dan perempuan seharusnya berperilaku. Sadar atau tak sadar, sengaja atau tak sengaja, kita kerap melihat anak perempuan lebih terlibat dalam urusan domestik ketimbang anak laki-laki. Penelitian yang dilakukan UNICEF pada tahun 2016 menunjukkan bahwa anak perempuan masih melakukan lebih banyak pekerjaan rumah tangga ketimbang anak laki-laki. Di seluruh dunia, anak perempuan usia 5-9 tahun dan 10-14 tahun menghabiskan waktu 30% dan 50% lebih banyak ketimbang anak laki-laki untuk melakukan pekerjaan domestik. Hal yang lebih buruk terjadi di Timur Tengah, Afrika Utara dan Asia Selatan. Di daerah-daerah tsb anak perempuan usia 5-14 tahun pada setiap minggunya menghabiskan hampir 2 kali lebih banyak waktu mengerjakan tugas domestik dibandingkan anak laki-laki pada kelompok usia tersebut. Sementara anak perempuan membantu urusan rumah tangga, anak laki-laki biasanya bermain atau melakukan aktivitas rekreasional lainnya. Pada beberapa praktik, sekalipun anak laki-laki membantu urusan rumah tangga, mereka biasanya mendapatkan bayaran Covert, 2014. Anak perempuan? Mereka lebih jarang dibayar untuk tugas serupa.* Baca juga Kisah Inspiratif Laki-laki yang Terlibat Pekerjaan Domestik Apa dampaknya? Praktik atau kebiasaan tersebut tentunya memiliki sejumlah dampak. Dampak pertama tentu adanya stereotipe gender yang semakin kuat dalam hal peran domestik untuk perempuan dan peran publik untuk laki-laki. Dari generasi ke generasi kita terus mewarisi praktik ini, terutama karena anak perempuan cenderung mencontoh ibu sementara anak laki-laki mencontoh ayah. Dampak lebih lanjut, dalam dunia kerja pun, perempuan kemudian menemui dampak yang kurang menguntungkan. Sebut saja dalam hal gaji dan pangkat/jabatan. Karena ada anggapan bahwa ranah publik adalah urusan laki-laki, bila ada perempuan ikut serta biasanya sering dianggap sebagai “tim hore” saja. Akibatnya, penghargaan yang diterima oleh perempuan cenderung lebih rendah ketimbang laki-laki di posisi yang sama. Padahal, seringnya perempuan menanggung beban ganda, yakni bekerja di ranah publik, dan tetap bertanggungjawab pada sebagian besar urusan rumah tangga. Masih banyak dampak lain yang ditimbulkan. Bila sekilas dilihat, tampaknya dampak tersebut cenderung merugikan perempuan. Benar nggak sih? Lihat Video Tutorial Memasak dari Istri Tersayang Di sisi lain, sebetulnya apakah ada dampak baik bagi anak laki-laki yang terlibat dalam peran domestik? Ternyata, mendorong anak laki-laki melakukan peran domestik memiliki banyak keuntungan, antara lain Mengajarkan tanggung jawab Dengan meminta mereka untuk merapikan mainan sendiri, membawa piring sendiri ke dapur setelah makan, atau meminta mereka melipat pakaian sendiri ternyata bisa memupuk rasa tanggung jawab. Anak laki-laki pun turut mengembangkan rasa memiliki atas hal-hal yang ada di rumah, Tentu saja hal ini akan terbawa hingga si anak menjadi laki-laki dewasa. Mendukung performa akademis Pada usia sekolah SD, kita melihat performa akademis anak perempuan cenderung lebih baik. Mengapa? Salah satunya karena anak perempuan belajar untuk mengambil tanggung jawab sejak di rumah. Dengan latihan bertanggung jawab atas hal-hal kecil di dalam rumah, anak laki-laki pun bisa menjadi lebih berdaya dan mampu melihat tuntutan/tugas untuk dirinya. Begitu pula di sekolah. Dengan terbiasa mengambil tanggung jawab terhadap beberapa hal di rumah, mereka terlatih untuk memiliki kesadaran dalam mengerjakan PR, tugas di sekolah, dll. Lihat Video Henry Manampiring Laki-laki Berbagi Peran Domestik Mengembangkan empati dan kepekaan sosial Mengajak anak laki-laki berkontribusi bagi pekerjaan domestik turut mendukung perkembangan empati dan kepekaan sosial mereka lho. Mereka bisa belajar untuk saling membantu dan bekerjasama untuk menciptakan lingkungan yang nyaman bagi seluruh anggota keluarga. Tentu saja hal ini dilakukan tanpa perlu membeda-bedakan jenis tugasnya. Bagaimana caranya? Sekarang memang sudah banyak laki-laki yang terlibat dalam tugas domestik, tapi masih butuh partisipasi yang lebih banyak. Sulit sih, apa lagi banyak tantangan seperti iklan-iklan yang bias gender, ilustrasi pada film, peraturan yang belum mendukung hingga kebiasaan dalam lingkungan terdekat sendiri. Lalu, bagaimana cara memulainya? Beberapa hal yang bisa kita lakukan antara lain Ajak anak-anak terutama anak laki-laki terlibat dalam tugas-tugas rumah tangga Mereka bisa diminta untuk merapikan mainan sendiri, membersihkan air yang mereka tumpahkan, mengelap meja sehabis makan, dll. Tentunya kerumitan tugas yang diberikan juga harus disesuaikan dengan usia dan tahap perkembangan mereka. Ayah dapat menjadi contoh dengan menunjukkan keterlibatannya terlebih dahulu. Ubah mindset cara pikir Kadang para perempuan juga “belajar” untuk berpikir bahwa ranah domestik adalah keahlian mereka, sehingga tidak memandang laki-laki sebagai pihak yang kompeten untuk melakukan tugas-tugas tsb. Nah, mulailah dengan membiarkan anak laki-laki melakukan tugas-tugas domestik tanpa tuntutan atau ekspektasi terlalu tinggi. Beri kesempatan, dan diskusikan pula jika mengalami kesulitan. Jadikan hal ini kebiasaan baru bagi anak laki-laki, sehingga pekerjaan rumah tangga adalah hal lumrah bagi mereka bukan sesuatu yang luar biasa atau memandang rendah ketika mereka melakukannya. Lihat juga Terlepas dari Jerat Budaya Patriarki melalui Masyarakat Peduli Hargai, hargai, hargai Karena tidak terbiasa dengan peran domestik, terkadang anak laki-laki tidak “sempurna” dalam melakukannya. Mengepel kotor sedikit, itu wajar. Memasak tetapi dapur menjadi lebih kotor, itu juga bisa dibicarakan. Intinya, setiap ada upaya untuk terlibat dalam peran domestik atau mengambil tanggung jawab itu, kita perlu apresiasi usahanya. Ketimbang mengatakan, “haduuh, kamu kalau nyuci pasti gak bisa bersih. Sini aku aja!”; lebih baik memberitahu baik-baik apa yang bisa dilakukan. Atau mungkin, dia memang punya caranya sendiri! *Survey yang dilakukan di Amerika Serikat oleh Junior Achievement and The Allstate Foundation pada tahun 2014 menunjukkan bahwa 67% anak laki-laki dibayar untuk melakukan tugas rumah domestik, sementara hanya 59% anak perempuan yang dibayar untuk melakukan tugas rumah tangga. Studi tersebut juga menemukan bahwa anak perempuan melakukan pekerjaan domestik 2 jam lebih banyak dibandingkan anak laki-laki pada setiap minggunya.[] Penulis Nea Referensi Covert, Bryce. 2014. Why It Matters That Women Do Most of the Housework. Dari Mushimiyimana, D. 2018. Parenting Why your boys should help out with household chores. The New Times Publication. dari UNICEF. 2016. Harnessing the Power of Data for Girls Taking Stock and Looking Ahead to 2030. NY UNICEF
Salahsatu dampak tidak adanya peran laki-laki dalam kesehatan Ibu dan anak yaitu dapat terjadinya stunting dan kurangnya gizi, mengingat realita yang ada laki-laki memegang pengambilan keputusan dalam rumah tangga, hal ini tentu berimbas pada kualitas keluarga secara luas sebagai unit terkecil di masyarakat.
ArticlePDF Available Abstractp class="Iabstrak"> Abstra ct The interpretation of leadership in the family has an important role to construct Sakinah family. Because of difference interpretation effects to household violence. The difference is trough leadership criteria whether absolutely be every man or just for certain man who is able to fulfill the requirement as written in al-Nisā’ [4] 34. This writing has a purpose to discuss absolute leadership pattern and functional leadership and the effect to the family. The description of leadership that discussed in this writing is about Javanese culture that has centralistic leadership and demand absolute obedience. One of the effects of practices absolute leadership is household violence. Violence in a family as the most little unit of society will effect to the existence of form a group and have a nation. Furthermore, exegesis that has the perspective of equality gender by observing local culture must be developed, in order to be easy to be understood and to be carried out. Abstrak Pemahaman mengenai kepemimpinan laki laki dalam keluarga, berperan penting untuk membangun keluarga sakinah. Namun , terdapat perbedaan dalam menafsirkan kriteria kepemimpinan dalam keluarga. Apakah kepemimpinan bersifat mutlak bagi setiap laki-laki atau hanya untuk laki-laki tertentu yang dapat memenuhi syarat sebagaimana disebutkan dalam QS. al-Nisa’ [4] 34. Tulisan ini bertujuan untuk membahas pemahaman tentang ayat yang terkait dengan kepemimpinan dalam keluarga dan implementasinya dalam kehidupan masyarakat Jawa. Pendekatan Antropologis digunakan untuk mendapatkan deskripsi mengenai tradisi kepemimpinan dalam keluarga di lingkungan masyarakat Jawa. Hasil temuan dari pembahasan ini adalah adanya pe­mahaman yang sentralistik terhadap ayat kepemimpinan dalam keluarga, sehingga berdampak pada terjadinya Kekerasan Dalam Rumah Tangga KDRT. Apabila keluarga sebagai unit terkecil dari masyarakat mengalami kekerasan, tentu akan ber­pengaruh pada kehidupan bermasyarakat dan berbangsa. Oleh karenanya, perlu dikembangkan pemahaman yang berperspektif kesetaraan jender dengan memperhatikan kearifan lokal, agar mudah dipahami dan terhadap perempuan dalam rumah tangga banyak terjadi, sedangkan sistem hukum di Indonesiabelum menjamin perlindungan terhadap korban kekerasan dalam rumah tangga. Kekerasan dipahami tidak hanya berkaitan dengan penggunaan fisik tetapi terkait dengan tekanan emosional dan psikis. Kekerasan tidak terjadi secara spon­tanitas, namun memiliki sebab-sebab tertentu yang mendorong laki-laki berbuat kekerasan terhadap perempuan istri yang secara umum penyebab kekerasan tersebut dapat diidentifikasi karena faktor gen­der dan patriarki, relasi kuasa yang timpang, dan role modeling perilaku hasil meniru. Gagasan pemukulan merupakan hak yang ada bagi laki-laki tentunya kontradiksi dengan cita-cita al-Qur’an tentang hubungan suami-isteri yang harusnya kompak dan saling mendukung. Hal ini juga berkebalikan dengan aturan Quran yang mana laki-laki dan perempuan boleh membubarkan pernikahan yang gagal, sehingga akan mengesampingkan gagasan bahwa perempuan memiliki tugas dan kewajiban untuk tunduk kepada kekerasan. PeranPenting Seorang Perempuan. Redaksi. 5 Agustus 2022. DEPOK POS - Bhineka Tunggal Ika, "berbeda-beda tetap satu jua". Itulah semboyan negara kita yang sangat beragam mulai dari budaya, suku, ras, dan agama. Sampainya Indonesia pada puncak kemerdekaan tentunya melalui proses yang sangat lama, penuh perjuangan dan bercucuran darah. The purpose of this study is to describe the division of roles of husband and wife in Javanese family. This study uses a phenomenological qualitative method. The subjects of this study consisted of six couples of Javanese residing in Surakarta. Data was collected using a semi-structured interview technique. Data analysis method used is descriptive analysis. The results showed that 1 the couple shared a role in three areas namely decision-making, management of family finances, and parenting; 2 the process of the implementation of these roles is flexible; 3 The husband has a greater role in decision making while wife in financial management and parenting. Efforts have always been made to maintain the harmony of the relationship as a partner in the implementation of these roles. It can be concluded that the philosophy of harmony remain the pillars of the guidelines in the relationship of married couples in the Javanese family. Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for free 72ISSN 1411-5190Jurnal Penelitian Humaniora, Vol. 16, No. 1, Februari 2015 72-85PEMBAGIAN PERAN DALAM RUMAH TANGGA PADA PASANGAN SUAMI ISTRI JAWADyah Purbasari Kusumaning PutriSri LestariFakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah SurakartaJl. A. Yani Tromol Pos I Pabelan Surakarta 57102Email penelitian ini adalah mendeskripsikan pembagian peran dalam keluarga pada pasangan suami istri Jawa. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif fenomenologis. Subyek penelitian ini terdiri dari enam pasangan suami istri dari etnis Jawa yang bertempat tinggal di Surakarta. Data dikumpulkan dengan menggunakan teknik wawancara semi-terstruktur. Metode analisis data yang digunakan adalah analisis deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 1 pasangan suami istri berbagi peran dalam tiga area yakni pengambilan keputusan, pengelolaan keuangan keluarga, dan pengasuhan anak; 2 proses pelaksanaan peran-peran tersebut bersifat eksibel; 3 suami lebih banyak berperan dalam hal pengambilan keputusan sedangkan istri dalam pengelolaan keuangan dan pengasuhan anak. Upaya menjaga keselarasan hubungan sebagai pasangan tetap diutamakan dalam pelaksanaan peran-peran tersebut. Dapat disimpulkan bahwa bahwa ajaran rukun tetap menjadi pedoman dalam hubungan pasangan suami istri di dalam keluarga Jawa. Kata kunci pembagian peran, rukun, pasutri JawaABSTRACTThe purpose of this study is to describe the division of roles of husband and wife in Javanese family. This study uses a phenomenological qualitative method. The subjects of this study consisted of six couples of Javanese residing in Surakarta. Data was collected using a semi-structured interview technique. Data analysis method used is descriptive analysis. The results showed that 1 the couple shared a role in three areas namely decision-making, management of family nances, and parenting; 2 the process of the implementation of these roles is exible; 3 The husband has a greater role in decision-making while wife in nancial management and parenting. Efforts have always been made to maintain the harmony of the relationship as a partner in the implementation of these roles. It can be concluded that the philosophy of harmony remain the pillars of the guidelines in the relationship of married couples in the Javanese role division, harmony, Javanese married couplePENDAHULUANKetika memasuki kehidupan pernikahan, laki-laki dan perempuan memiliki peran baru yang merupakan konsekuensi dari pernikahan. Menurut Undang – Undang Perkawinan 73Pembagian Peran dalam...Dyah Purbasari Kusumaning Putri dan Sri LestariISSN 1411-5190Nomor 1 tahun 1974 Pasal 1, pernikahan adalah ikatan lahir batin anatara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan yang Maha Esa. Dari pengertian tersebut dapat dilihat bahawa laki-laki akan memiliki peran baru sebagai seorang suami, sementara wanita akan berperan sebagai seorang istri. Selain peran tersebut, laki-laki dan perempuan juga berperan sebagai ayah dan ibu ketika sudah memiliki umum seorang suami berperan sebagai kepala keluarga yang bertugas mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan sandang, pangan dan papan. Suami juga berperan sebagai mitra istri yaitu menjadi teman setia yang menyenangkan dan selalu ada di saat suka maupun duka dengan selalu menyediakan waktu untuk berbincang dan menghabiskan waktu senggang dengan sang istri. Sebagai suami juga harus berperan untuk mengayomi atau membimbing istri agar selalu tetap berada di jalan yang benar. Selain menjadi rekan yang baik untuk istri, suami juga dapat membantu meringankan tugas istri, seperti mengajak anak-anak bermain atau berekreasi serta memberikan waktu-waktu luang yang berkualitas untuk anak di sela-sela kesibukan suami dalam mencari nafkah. Selain peran suami, istri juga mempunyai peran yang sangat penting, yaitu sebagai pendamping suami di setiap saat dan ibu yang siap menjaga dan membimbing anak-anaknya. Sama seperti suami, istri juga berperan sebagai mitra atau rekan yang baik dan menyenangkan bagi pasangan hidupnya. Istri dapat diajak untuk berdiskusi mengenai berbagai macam permasalahan yang terjadi dan juga berbincang tentang hal-hal yang ringan. Istri sebagai pendorong dan penyemangat demi kemajuan suami di bidang pekerjaannya Dewi, 2011.Pembagian peran dan maupun pembagian tugas rumah tangga yang adil antara suami dan istri terkadang masih dipengaruhi oleh cara pandang masyarakat mengenai peran gender yang cenderung memposisikan wanita untuk selalu berperan pada wilayah domestik. Rahayu 2011 menerangkan bahwa pola pembagian peran dalam keluarga dipengaruhi oleh banyak faktor, antara lain; Pertama, kebijakan pemerintah yang tertuang dalam berbagai peraturan. dalam peraturan ini terdapat kebijakan-kebijakan yang tidak berkeadilan gender dan masin mengaut ideologi patriarki dalam sistem hukum di Indonesia. Kedua, faktor pendidikan. Para guru masih memiliki pola pikir bahwa laki laki akan menjadi pemimpin, sedangkan anak perempuan akan menjadi ibu rumah tangga. Ketiga, adalah faktor nilai-nilai. Status perempuan dalam kehidupan sosial dalam banyak hal masih mengalami diskriminasi dengan masih kuatnya nilai-nilai tradisional dimana perempuan kurang memperoleh akses terhadap pendidikan, pekerjaan, pengambilan keputusan dan aspek lainnya. Keempat, adalah faktor budaya khususnya budaya patriarki. Dalam perspektif patriarki, menjadi pemimpin dianggap sebagai hak –bagi laki-laki– sehingga sering tidak disertai tanggung jawab dan cinta. Kelima, faktor media massa sebagai agen utama budaya populer. Perempuan dalam budaya populer adalah objek yang nilai utamanya adalah daya tarik seksual, pemanis, pelengkap, pemuas fantasi – khususnya bagi pria. Keenam, adalah faktor lingkungan yaitu adanya pandangan masyarakat yang dengan pernyataan di atas, adanya diskriminasi gender pada kehidupan perkawinan ditunjukkan dengan adanya hak dan kewajiban suami-istri Di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Perkawinan tahun 1974 pasal 31 ayat 3 yang secara tegas menyebutkan bahwa suami sebagai kepala keluarga dan istri sebagai ibu rumah tangga, serta pasal 34, suami wajib melindungi istri dan istri wajib mengatur rumah tangga sebaik-baiknya. Pernyataan dalam undang-undang tersebut bila ditelaah terdapat bias gender antara laki-laki dan perempuan yang memposisikan perempuan untuk lebih berperan pada sektor dalam budaya Jawa yang menganut sistem patriarki banyak istilah yang memposisikan wanita lebih rendah daripada kaum laki-laki baik pada sektor publik maupun dalam rumah tangga. Ideologi patriarki mencirikan bahwa laki-laki merupakan kepala rumah tangga pencari nafkah yang terlihat dalam pekerjaan produktif di luar rumah maupun sebagai penurus keturunan Sihite, 2007. Hal tersebut dikarenakan budaya patriarki membentuk sikap 74ISSN 1411-5190Jurnal Penelitian Humaniora, Vol. 16, No. 1, Februari 2015 72-85peran gender tradisional pada masyarakat. Dalam sikap peran gender tradisional, pria dianggap lebih superior dibanding-kan perempuan Olson & Defrain, 2003.Salah satu ajaran yang sering digunakan untuk memposisikan kedudukan istri dalam budaya Jawa yaitu suwarga nunut neraka katut. Istilah tersebut menunjukkan bahwa suami adalah yang menentukan kehidupan istri akan masuk surga atau neraka. Apabila suami masuk surga, berarti istri juga akan nunut masuk surga, tetapi kalau suami masuk neraka, walaupun istri berhak untuk masuk surga karena amal perbuatan yang baik, tetapi tidak berhak bagi istri untuk masuk surga karena harus katut atau mengikuti suami masuk lainnya yang menggambarkan peran istri dalam sektor domestik adalah kanca wingking. Dalam bahasa Indonesia kanca wingking berarti teman belakang, yaitu sebagai teman dalam mengelola urusan rumah tangga, khususnya urusan anak, memasak, mencuci dan lain-lain atau lebih sering dikenal dengan masak, macak, manak atau yang sering disebut dengan 3M. Selain itu istilah lain yang melekat pada diri seorang perempuan atau istri yakni dapur, pupur, kasur, sumur. Istilah tersebut menggambarkan peran domestik yang harus dijalani oleh seorang wanita atau istri yaitu mengurus semua hal yang berhubungan dengan kerumahtanggaan seperti memasak, mencuci baju, mencuci piring, membersihkan rumah hingga mengasuh budaya Jawa, citra perempuan yang ideal yaitu memiliki sifat yang lemah lembut, penurut, tidak membantah dan tidak boleh melebihi laki-laki. Sehingga peran yang dianggap ideal seperti mengelola rumah tangga, pendukung karir suami, istri yang patuh dengan suami dan ibu bagi anak-anaknya. Sementara laki-laki dicitrakan sebagai sosok yang “serba tahu, sebagai panutan bagi perempuan, berpikiran rasional dan agresif. Peran yang ideal untuk laki-laki yang ideal menurut citra tersebut antara lain sebagai kepala keluarga yang bertanggungjawab untuk mencari nafkah bagi keluarga, pelindung, dan pengayom Raharjo, 1995.Berdasarkan pandangan budaya Jawa Tradisional, kekuasaan seorang istri pada masyarakat Jawa tradisional hanyalah sebatas dalam hal-hal domestik seperti memasak dan mencuci. Sementara suami harus bekerja untuk mencari nafkah. Namun dalam kehidupan masyarakat Jawa modern dalam kehidupan perkawinan sepasang suami istri harus saling menghormati dan saling berbagi peran dan jangan sampai salah satu pihak mendominasi atau menuruti kemauannya dan ingin menang sendiri. Suami dan istri bekerja sama dalam membuat keputusan dalam keluarga akan tetapi para suami cenderung tidak memikirkan pengeluaran keseharian, seperti uang belanja, karena itu adalah pekerjaan seorang istri. Hardjodisastro & Hardjodisastro, 2010Dengan semakin majunya perkembangan jaman dan adanya gerakan kesetaraan gender, semakin banyak kesempatan bagi perempuan untuk mengenyam pendidikan yang lebih baik dan bekerja di sektor publik sehingga perempuan memiliki hak yang setara dengan kaum Weeks, & Morris, 2000 mengungkapkan bahwa setengah abad yang lalu, gaya hidup khas dari pasangan menikah digambarkan sebagai situasi yang ideal di mana masing-masing pasangan memiliki peran yang tidak tertulis yang mengakibatkan keharmonisan perkawinan. Pada masa itu suami bertugas untuk mencukupi kebutuhan istri dan keluarga sementara istri bertanggung jawab untuk mengurus rumah dan anak-anak. Seiring perkembangan jaman dan gaya hidup yang lebih modern terdapat pergeseran peran gender dari tradisional menjadi lebih egaliter yang berarti laki-laki dan perempuan adalah sama dalam semua ini kaum perempuan memiliki pandangan yang lebih modern dan secara umum mulai bergeser dalam peran gender yang dianutnya ke arah egaliter. Konrad & Harris, 2002. Pasutri yang sama-sama memiliki sikap peran gender egaliter adalah kelompok pasutri yang paling sejahtera secara psikologis, sedangkan yang keduanya bersikap tradisional memiliki tingkat kesejahteraan psikologis terendah di antara kelompok lainnya. Selain itu, hanya 33% laki-laki yang bersikap egaliter, dibandingkan dengan perempuan sebanyak 48%. Namun demikian, baik kelompok suami maupun istri memiliki kesejahteraan psikologis yang sama-sama 75Pembagian Peran dalam...Dyah Purbasari Kusumaning Putri dan Sri LestariISSN 1411-5190tergolong tinggi Linawati, 2008. Sementara suami yang memiliki pandangan peran gender yang modern memiliki kepercayaan bahwa laki-laki dan perempuan adalah setara dan terdapat struktur pembagian kekuasaan yang eksibel antara perempuan dan laki-laki. Oleh karena itu suami lebih dapat menyesuaikan diri dengan peran istri di dalam rumah dibandingkan dengan suami yang memiliki pandangan peran gender tradisional, sehingga dengan pandangan modern tersebut suami bersedia menerima tanggung jawab yang lebih besar dalam kegiatan rumah tangga Supriyantin, 2002Pembagian peran gender sangat dibutuhkan untuk menjaga keseimbangan keluarga dalam menjalankan fungsi keluarga menuju terwujudnya tujuan keluarga. Suami dan istri bersepakat dalam membagi peran dan tugas sehari-hari, bertanggung jawab terhadap peran dan tugasnya masing-masing, dan saling menjaga komitmen bersama Puspitawati, 2010. Hal tersebut juga diatur dalam Pasal 31 Undangundang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan yaitu kedudukan istri adalah seimbang dengan hak dan kedudukan suami dalam kehidupan rumah tangga dan pergaulan hidup bersama dalam ini, peran perempuan semakin meluas yang tidak hanya mengurusi wilayah domistik rumah tangga, kasur, sumur, dapur. Banyak perempuan bekerja pada sektor ekonomi dan dapat menambah penghasilan keluarga seperti banyaknya kaum perempuan yang bekerja di kantor, di pabrik-pabrik, jualan di pasar, serta ada pula wanita yang sukses menempati sektor-sektor publik, dengan menjadi bupati, walikota, gubernur, bahkan kepala Negara atau pemerintahan. Sehingga dapat dikatakan bahwa jumlah perempuan yang terlibat dalam kegiatan mecari nafkah semakin besar. hal tersebut akan menimbulkan ketidakseimbangan peran pada perempuan yang bergelut pada 2 sektor secara bersamaa yaitu ekonomi, maupun publik dan masih bertanggung jawab pada sektor domestik atau sering dikenal dengan konsep peran ganda bagi perempuan yang menambah beban pada perempuan terutama yang bekerja di luar rumah. Dengan demikian akan lebih tepat bila kedudukan suami istri tersebut diubah menjadi “suami dan istri adalah pengelola rumah tangga” dengan pembagian peran yang lebih seimbang yaitu urusan domestik sewaktu-waktu bisa dilakukan oleh suami, dan sebaliknya, istri bisa di sektor publik, sesuai dengan kesepakatan dan kebutuhan Hamzani, 2010Namun pembagian tugas antara suami dan istri secara umum dirasakan kurang seimbang. Pada istri yang juga berperan pada sektor publik masih memiliki beban ganda dengan pekerjaan domestik yang tetap dibebankan pada mereka. Suami memiliki sedikit waktu untuk mengerjakan pekerjaan rumah tangga daripada istri. Berdasarkan persepsi antara suami dan istri mengenai kontribusi wantu untuk mengerjakan tugas rumah tangga, mereka sepakat bahwa istri menghabiskan lebih banyak waktu untuk mengerjakan pekerjaan rumah tangga dibandingkan suami. Rata-rata suami memberikan kontribusi untuk pekerjaan rumah tangga selama 7,2 jam , sedangkan istri 13,2 jam. Berdasarkan persepsi suami, rata-rata suami mengakui memberikan kontribusi waktu sebesar 18 jam per minggu untuk mengerjakan pekerjaan rumah tangga, sementara istri memperkirakan suami mereka memberika kontribusi 13 jam per minggu untuk membantu tugas domestik. Terkait dengan kontribusi istri, suami memperkirakan istri mereka menghabiskan wakktu 24,9 jam per minggu untuk mengerjakan tugas rumah tangga, sementara istri mengakui mereka melakukannya sebanyak 26 jam per minggu Lewin-Epstein & Braun, 2006; Lee & Waite, 2005Dalam pola pembagian tugas harus membutuhkan keluwesan untuk melakukan pertukaran peran atau berbagi tugas untuk menyelesaikan pekerjaan rumah tangga atau peran domestik maupun untuk mencari nafkah. Apabila pembagian tugas dan dalam menjalankan kewajiban keluarga dengan melaksanakan peran dapat dilakukan dengan seimbang dan dilakukan atas kesepakatan bersama maka akan tercipta kehidupan pernikahan yang harmonis dan merupakan indikasi dari keberhasilan penyesuaian pernikahan Lestari, 2012.Pola pembagian tugas yang seimbang ternyata telah diterapkan pada masyarakat Aceh dalam keluarga petani ladang yaitu dengan pola pembagian kerja yang memposisikan laki- 76ISSN 1411-5190Jurnal Penelitian Humaniora, Vol. 16, No. 1, Februari 2015 72-85laki suami sebagai pencari nafkah keluarga dan memposisikan istri sebagai mitra kerjasama, termasuk dalam pengambilan keputusan keluarga. Posisi perempuan istri tetap sebagai penanggung jawab tugas-tugas rumahtangga secara khusus, akan tetapi dalam pekerjaan yang bersifat umum, suami akan melibatkan diri untuk melakukannya atau dan tidak jarang suami terlibat dalam pekerjaan rumahtangga, seperti membersihkan pekarangan rumah, membakar sampah, atau menimba air Herlian & Daulay, 2008Supratiknya 1995 menyatakan bahwa pola perkawinan pada dasarnya merupakan perpaduan antara equity atau keadilan dan equality atau kesetaraan anatara suami dan istri. Keadilan dalam perkawinan dapat dikatakan apabila masing-masing pihak memberikan kontribusi demi kebersamaan dan keharmonisan yag seharusnya diterima. Hubungan dikatakan setara bila masing-masing pihak memiliki status sdrajad dan memikul tanggung jawab bersama atas terjaganya kondisi emosional maupun ekonomi yang sehat serta terselesaikannya urusan dalam rumah tangga. Melalui peran tersebut suami maupun istri diharapkan dapat menjalankan peran dan kewajibannya untuk menciptakan kehidupan keluarga yang harmonis. Pasangan yang tidak membagi urusan rumah secara seimbang bisa menimbulkan stress atau tekanan pada salah satu pihak, terutama pada wanita yang akan mengurangi keharmonisan dalam kehidupan pernikahan Claffey & Mickelson, 2009. Berdasarkan paparan di atas, penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan pembagian peran pada pasangan suam istri yang beretnis Jawa dan tinggal di Suakarta. METODE PENELITIANPenelitian ini meggunakan metode kualitatif fenomenologis untuk mengembangkan pemahaman terhadap gejala-gejala yang akan diteliti Poerwandari, 1998, dan dimungkinkan untuk melakukan pengujian secara terperinci terhadap persepsi atau penuturan personal seorang individu mengenai objek atau kejadian tertentu Smith, 2009. Dalam penelitian ini ada 6 pasang suami-istri yang menjadi informan. Adapun kriteria informan dalam penelitian ini yaitu 1 Pasangan suami istri yang berdomisili di wilayah Surakarta dengan latar belakang kebudayaan Jawa. 2 Usia minimal 25 tahun, 3 tingkat pendidikan minimal SMA, dan 4 telah menikah minimal 1 tahun. Pengumpulan data menggunakan metode wawancara semi-terstruktur. Prose pelaksanaan wawancara dilakukan secara terpisah antara suami dan istri, dan direkam dengan media perekam audio untuk memudahkan penyusunan verbatim dan analisis data dilakukan dengan cara memberikan kode pada tema-tema yang muncul. Selanjutnya dilakukan kategorisasi terjadap tema-tema tersebut guna menemukan jawaban penelitian. Keabsahan data dilakukan dengan memperpanjang waktu peneliti berada di lapangan. Dalam penelitian ini data diperoleh dari 12 informan yang terdiri dari 6 pasangan. Informan yang menjadi sumber data adalah suami dan istri yang terdapat di dalam sebuah keluarga yang kesemuanya sebagai informan pelaku. Berikut data demogra informan dalam penelitian ini dapat dilihat pada tabel 1. 77Pembagian Peran dalam...Dyah Purbasari Kusumaning Putri dan Sri LestariISSN 1411-5190Tabel1.DemograinformanpenelitianNo Nama Usia Pernikahan Jenis Kelamin Pendidikan Pekerjaan1Bapak A 25 tahun Laki - Laki SMA Karyawan swastaIbu A 25 tahun Perempuan SMA Ibu rumah tangga2Ibu B 16 tahun Perempuan SMA Ibu rumah tanggaBapak B 16 tahun Laki-laki S1 Karyawan swasta3Ibu C 6 tahun Perempuan S1 Guru TKBapak C 6 tahun Laki - Laki SMA Karyawan swasta4Ibu D 21 tahun Perempuan SMA Wiraswasta Bapak D 21 tahun Laki - Laki D3 Karyawan swasta5Bapak E 38 tahun Laki - Laki D3 Pensiunan PNS Ibu E 38 tahun Perempuan D3 Pensiunan PNS6Ibu F 3 tahun Perempuan S1 Karyawan swastaBapak F 3 tahun Laki - Laki S1 PNS KepolisianHASIL DAN PEMBAHASAN1. Hasil PenelitianDari hasil penelitian diperoleh tiga area pembagian peran antara suami dan istri dlaam kehidupan berumah tangga, yakni 1 pengambilan keputusan, 2 pengelolaan keuangan keluarga, dan 3 pengasuhan anak. Berikut ini dipaparkan secara terperinci untuk masing-masing area. a. Pembagian Peran dalam Pengambilan KeputusanPada umumnya pengambilan keputusan keluarga diputuskan oleh suami sebagai kepala keluarga dengan melibatkan istri maupun anggota keluarga lain dalam perundingan untuk mendapatkan jalan keluar dari permasalahan. Ketika musyawarah, kepala keluarga mempertimbangkan pendapat yang dikemukakan oleh istri maupun anggota keluarga 3 orang istri mengungkapkan bahwa mereka memilih bersikap pasif dalam pengambilan keputusan dan cenderung mengikuti keputusan suami, sementara 3 orang istri lainnya memilih berinisiatif untuk mengajak suami berunding Jawa taren dalam memutuskan suatu hal. Terkait dengan peran suami dalam pengambilan keputusan di keluarga, berikut kutipan wawancaranya. “Ibu sama bapak... kalau bapak setuju ibu ya iya... jadi saling menyetujui W1/S2, 580 – 581”“Semua berhak... semua permasalahan kan itu... yang banyak mengetahui itu kan ibu.... jadi nanti kalau ada pengambilan keputusan yang berat nanti saya yang menentukan W1/S4, 648 – 652”“Kalau mengambil keputusan itu kan seharusnya suami... tapi kalau di keluarga saya itu kita putuskan bersama-sama... kita diskusikan dulu begitu lah istilahnya... kita punya 78ISSN 1411-5190Jurnal Penelitian Humaniora, Vol. 16, No. 1, Februari 2015 72-85pendapat apa kita musyawarah... nanti kalau udah oke ini ini ini... nanti ya udah deal W1/S12, 816-821”Dari tiga kutipan wawancara di atas nampak bahwa suami lebih banyak berperan dalam pengambilan keputusan dibandingkan istri. Meskipun istri dilibatkan, penentu dalam pengambilan keputusan adalah pihak suami sebagai penentu dalam pengambilan keputusan juga didukung oleh pendapat para istri seperti terungkap dalam kutipan wawancara berikut.“Pengambilan keputusan.... kepala keluarga mbak biasanya.... jadi memang apa-apa memang harus ¬taren dulu nggih.... taren sama suami... bahkan ketika saya mau pergi pun saya haru ijin ke suami... kalau pun ngga ya nggak... tapi yang terpenting mengambil keputusan adalah suami W1/S5, 468 – 474”“Misale mau beli apa itu kan kalau aku wis terserah bapak... atau bilang bapak dulu... Iya taren dulu sama bapak... terutama ya ibu... terus ya baru bapak... kalau boleh ya silahkan W1/S7, 1012 – 1021”“didiskusikan dulu sama ibu... semuanya itu harus dibicarakan kepada ibu. W1/S9, 689-695”“jadi kalau mau ada apa-apa itu keputusan ya secara musyawarah... saya kepengennya gini kamu harus ikut itu ngga.... jadi semuanya itu itu harus kalau mau ada keputusan itu ya bicara dan diputuskan bareng-bareng apa lagi ibunya itu W1/S9, 1383-1388”“kita biasanya dibicarakan bersama-sama... apa dirundingkan... dimusyawarahkan itu lho.... misalnya mau apa gitu mesti kan taren dulu... ya gini gini... kadang ayahnya juga bu ini... nanti kan kita dirundingkan W1/S11, 1176-1180”Dari kutipan wawancara dengan para istri terungkap bahwa pengambilan keputusan dilakukan setelah terjadi proses perundingan pada pasangan yang mereka sebut sebagai taren. Munculnya unsur taren dalam interaksi pasangan suami istri merupakan perwujudan dari perilaku rukun pada pasangan. b. Peran Suami dan Istri dalam Pengelolaan Keuangan KeluargaSumber utama keuangan keluarga secara umum diperoleh dari penghasilan suami. Namun terdapat 4 pasangan yang mendapatkan tambahan penghasilan dari istri yakni, satu dari usaha istri dan tiga lagi dari gaji istri yang bekerja di kantor, seperti terungkap dalam kutipan wawancara berikut.“Dari ayahnya yang bekerja itu... ya... terus dari saya jualan... ya usaha kecil-kecilan itu lah... terus dari itu sewa kamar.. apa itu saya kelola yang dari kost-kostan W1/S7, 547 – 550”“Kalau yang utama itu ya dulu itu dari gaji saya sama.... kalau dari gajinya ibu kan nggak harus ya... itu nggak wajib untuk keluarga... paling kalau gajinya ibu saya suruh buat tabungan saja.... itu ya dulu ibu kalau sekarang kan kan ya karena sudah pensiun ya dari pensiunan itu W1/S9,633-639” 79Pembagian Peran dalam...Dyah Purbasari Kusumaning Putri dan Sri LestariISSN 1411-5190“saya kan cuma dikoperasi, terus saya coba nyambi jadi wiraswasta ... saya coba dari koperasi itu kan punya kenalan apa itu... yang punya ternak sapi... pak siapa ya... lupa namanya... saya coba jadi distributor susu segar Boyolali itu... terus saya olah... nanti bapaknya yang bawa ke kantor-kantor itu... saya buat makanan-makanan itu nanti saya titipkan ke warung-warung... jadi lumayan kan punya tambahan... tapi ya nggak bisa dijagakne... terus kalau bener-bener kepepet... minjem dari koperasi... nanti dikembalikan... apa dengan angsuran bareng-bareng W1/S10, 117-130”“gaji ayahnya itu... dari gaji saya juga... saya kan istilanya belum pegawai tetap... hehehe... paling buat tambah tambah itu W1/S11, 486-488”Dari kutipan wawancara di atas, nampak bahwa sumber keuangan keluarga yang pokok berasal dari suami, sementara penghasilan istri menjadi tambahan saja. Seluruh penghasilan keluarga, baik dari suami maupun istri, selanjutnya dikelola sepenuhnya oleh pihak istri. Para suami menyatakan bahwa penghasilan mereka diserahkan pada istri untuk diatur guna memenuhi kebutuhan keluarga. Keterlibatan suami dalam pengelolaan keuangan keluarga sebatas pada memberikan saran-saran apabila mengetahui istri bertindak boros dalam menggunakan dana keluarga, seperti terungkap dalam kutitpan wawancara berikut. “biasanya ibu.. yaa yang jelas kalau boros sekali bapak ngga setuju... biasanya saya beri saran... pasti saya tegur W1/S1, 466 – 485”“itu ibu... eee... terus terang kalau di keluarga ini tugas saya itu cuma nyari aja... terus yang ngecakne duit istilahe yang montha-montha nanti itu ibu W1/S8, 244 – 247”“dari itu dari gaji saya... nanti kalau punya ibu itu paling buat tambah-tambah...yang mengatur istri saya W1/S12,450- 456”Menurut penuturan para istri, pengelolaan keuangan keluarga memang dipercayakan sepenuhnya oleh suami kepada istri. Suami hanya memegang uang sebagai cekelan untuk memenuhi kebutuhan suami sehari-hari seerti transport menuju dan pulang dari tempat bekerja. Namun bila ada kebutuhan yang besar, di luar kebutuhan rutin pihak istri tetap meminta pendapat dari suami. Hal itu dilakukan untuk menjaga kepercayaan yang diberikan suami pada istri, seperti terungkap dalam kutipan wawancara berikut. “Saya ya mbak... tapi sepengetahuan suami juga ya... jadi kan kalau untuk kebutuhan sehari – hari.. untuk... belanja... apa... ini itu... kebutuhan setiap hari memang sepenuhnya saya.. tapi kalau ada hal –hal lain misalnya ingin beli ini... begitu ... yang agak apa ya besar budgetnya... atau di luar kebutuhan biasanya rundingan dulu sama ayahnya.... suami saya sudah percaya itu... ya kadang memberi saran.... kalau pas ya saya terima begitu saja... kita saling percaya saja.W1/S5, 698 – 745”“mengusahakan... cari dangangan tambahan yang cepat laku itu apa... ya saya usaha biar bisa mencukupi kebutuhan itu bagaimana... kalau dari gajinya bapak kan ya kan paling udah standar segitu W1/S7, 618 – 622”“bersama... tapi yang istilahnya monto-montho ini untuk kebutuhan ini... sekian untuk apa itu ya saya... bapak paling memberi gajinya itu ke ibu nanti ibu yang mengatur... kalau kurang kan nanti bisa ambil gaji saya... kalau gaji saya sama usaha itu kan diisuruh 80ISSN 1411-5190Jurnal Penelitian Humaniora, Vol. 16, No. 1, Februari 2015 72-85bapak buat tabungan gitu... biasanya bapak itu terus terang... gajiku semene... dikasih sama slip gajinya itu... butuhmu pira...? mengko yen wis cukup sisane tak nggo cekelan... gitu... kadang saya sok kasihan sama bapak... ya sudah saya bilang butuhnya sekian nanti tak tambahi dari uang saya... biar bapak itu juga punya cekelan itu... kan kerjanya apa... jauh terus dilaju itu lho... sok saya itu kasihan... kalau ada apa-apa kan paling juga ada uang W1/S10, 1212-1227”Istri yang bertugas mengelola keuangan keluarga yang disebut dengan istilah montho-montho. Dalam mengelola keuangan keluarga tersebut, istri membuat perencanaan sesuai dengan kebutuhan keluarga yang dipilah menjadi kebutuhan pokok dan kebutuhan lain. Kebutuhan pokok meliputi belanja bahan makanan, biaya listrik, telepon, serta biaya pendidikan anak dan kebutuhan lain seperti membeli alat elektronik, perlengkapan rumah dan sumbangan kemasyarakatan. Istri juga membuat skala prioritas dengan mengutamakan pemenuhan kebutuhan pokok terlebih dahulu, sebelum menggunakan dana untuk kebutuhan lain, seperti terungkap dalam wawancara berikut. “diutamakan yang perlu-perlu dulu.... yang diutamakan dulu... yang utama itu sekolah... sekolah dulu, terus kebutuhan dapur semuanya itu, baru yang lainnya W1/S3, 687 – 700”“sudah ada planning ya mbak... kan sudah saya bagi – bagi... untuk kebutuhan pokok.. . makan, susu anak... listrik... telepon itu sudah saya sendirikan... nanti untuk pendidikan anak ada sendiri... terus buat jaga-jaga atau buat simpenan juga sudah disendirikan W1/S5, 730 – 736”“sebulan itu berapa... nanti saya serahkan... jadi ibu juga punya planing... planning... sebulannya itu kira-kira berapa... biasanya saya juga ditanya sudah cukup kuwi...? kalau sudah cukup ibu ya bilang sudah cukup... nanti kalau tidak cukup ya ibu bilang saja... saya juga bilang ini lho... gajinya itu cuma sekian W1/S9, 601-609”“biasanya kalau saya yang diutamakan itu untuk rumah tangga... untuk biaya makan, ya listrik... terus untuk pendidikan W1/S10, 1232-1234 ““paling kalau untuk tambah tambah, kalau pas pengin masak yang enak atau yang agak mahal sedikit gitu... terus misalnya kalau ada sumbangan-sumbangan... kadang sumbangannya itu pas banyak dari tetangga, dari teman kantor gitu kan ya kalau cuma dari gaji bapak kan kurang ya...... buat arisan.. apa kalau anaknya itu pengin jajan... pengin dibelikan ini... itu kan dari saya... kan buat tambah-tambah itu kan lumayan W1/S10, 1248-1257”“Iya kan ada rinciannya... nanti sekian untuk ini... untuk bayar apa... untuk makan... untuk bayar listrik... bayar PAM, gas... buat jaga-jaga... nanti uang saya buat tabungan... itu sudah saya sendiri-sendirikan.. ya dibagi-bagi... yang penting buat yang pokok-pokok... misale buat belanja bulanan beras... gas... nanti sabun minyak... apa gitu... kalau untuk sayur... lauk pauk... gitu kan itu harian... nanti disendirikan... jadi ada planning bulanan gitu W1/S11, 500-509”Keterampilan istri dalam mengelola keuangan keluarga setiap bulan, membuat suami bersedia mempercayakan pengelolaan keuangan keluarga pada istri. Apalagi para istri juga tetap menghargai suami dengan mengajak berunding bila ada kebutuhan besart 81Pembagian Peran dalam...Dyah Purbasari Kusumaning Putri dan Sri LestariISSN 1411-5190di luar kebutuhan rutin. Melalui sikap tersebut, istri menunjukkan pengakuannya terhadap eksistensi suami sebagai pemimpin dan kepala keluarga. c. Pembagian Peran dalam Pengasuhan AnakPengasuhan anak merupakan tanggungjawab kedua orang tua yaitu suami maupun istri dengan bekerjasama untuk memberikan pendidikan baik dalam keluarga maupun secara formal. Dalam melakukan pendampingan kedua orang tua bekerjasama dengan bergantian mengawasi anak, memberikan nasihat, saling mengingatkan agar tidak terlalu keras dalam mendidik anak serta berdiskusi untuk menyelesaikan permasalahan dalam pengasuhan anak. Peran suami dan istri dalam pengasuhan anak menurut pandangan suami“ngomong berdua ya misalkan anak – anak, saya ada kepentingan dengan anak – anak ya saya ngomong berdua sama anak – anak... tapi walaupun begitu ibu juga saya beri tahu... jadi jangan sampai misalkan kita ngomong masalah anak, misalkan kakanya nakal, jadi jangan sampai adik – adiknya itu tahu, kalau adiknya yang nakal juga jangan sampai tahu... jadi biar ngga diolok – olok gitu lho...W1/S4, 661 – 671 ““kalau dibilang jueh ya jenuh... ngandani... masalahe kan hubung... eee... jaman sekarang ka hubungan eee.... dengan lawan jenis sekarang kan sudah sangat rawan sekali... jadi... kalau masalah semacam ini sangat saya tekanin ke ibunya... kalau saya ngomong secara langsung kan ngga enak... masalahnya kan anak saya permpuan... jadi mungkin bisanya saya memberikan arahan itu tak lemparkan ke ibunya... ibungkin ibunya nanti sesama perempuan itu kan lebih terbuka... kan kalau mungkin anak perempuan sama bapaknya tu agak pekewuh atau bagaimana itu kan atau kekuk... jadi kalau saya ingin mengkomunikasikan masalah hal-hal seperti itu saya komunikasikan lewat ibu. W1/S8, 1022 – 1038”“saya dan ibu sama-sama... porsinya kan sendiri-sendiri... kan mendidiknya jadi satu tapi kan fungsinya sendiri-sendiri... jadi saya itu punya pendapat.... pendidikan anak-anak yang berhasil... biasanya si ibu itu adalah rumah tangga.... itu pasti porsi lebih besarnya anaknya itu lebih berhasil... tapi kalau ibunya bekerja itu... saya lihat keberhasilannya itu.... ya berhasil... tapi lebih berhasil kalau tidak bekerja... jadi hanya mengurus rumah tangga.... mengurus pendidikan anak... dulu itu ibunya ya bekerja itu, tapi ya sebentar gitu sudah pulang ya... terus ngurusin anak... ngurus rumah..W1/S9, 790-802”“Kebanyakan kalau untuk mengasuh anak itu kan ibu... karena kan kerjanya itu ngga full ya... kalau saya kan sampai sore sore itu... jadi kan yang lebih banyak punya waktu itu ibu... kalau saya kan harus kerja cari uang untuk mencukupi keluarga kan... tapi ya saya panatu... perkembangannya anak gimana... ada masalah ngga..saya habis pulang kantor... apa kalau pas libur itu kan saya seharian bisa menghabiskan waktu bersama anak itu... momong itu... apa nemenin maui... ya nanti apa mandiin... diajarin gambar... apa nemenin noton TV... kalau ngga ya dijak jalan-jalan... naik motor keliling kampung itu.... nanti ya IZ... pengen beli apa... nanti dianter.. kan jadinya deket W1/S12, 172-198” 82ISSN 1411-5190Jurnal Penelitian Humaniora, Vol. 16, No. 1, Februari 2015 72-85Peran suami dan istri dalam pengasuhan anak menurut pandangan istri“diskusi bagaimana cara mendidik anak supaya anak itu kelak menjadi anak yang baik W1/S2, 91 – 93”“semua... bapaknya juga... saya juga bertanggungjawab buat mengasuh anak... kalau bapaknya itu disiplin kok... nanti jam berapa itu disuruh belajar... nanti saya yang menunggu W1/S10, 15151-1518Kalau yang bertanggungjawab mengurus anak itu ya berdua... tapi lebih banyak ke ibu.. ayahnya kan kerja sampai sore... kalau saya kan paling jam berapa itu sudah pulang... nanti ambil anak dulu di.... sana itu... apa penitipan anak itu... hanti habis tu ya ngurusin sendiri... nyuapin... manndiin... ngeloni... ya nemenin main. W1/S11, 362-369”2. Pembahasana. Pembagian Peran dalam Pengambilan KeputusanHasil penelitian menunjukan bahwa pengambilan keputusan keluarga diputuskan oleh suami sebagai kepala keluarga dengan cara mengajak istri maupun dengan anggota keluarga lain berunding mengenai suatu pilihan atau untuk mendapatkan jalan keluar dari permasalahan yang disepakati semua anggota keluarga. Ketika musyawarah, kepala keluarga mempertimbangkan pendapat yang dikemukakan oleh istri maupun anggota keluarga lain dan memberikan kesempatan kepada istri untuk mengemukakan pengambilan keputusan pada pasutri Jawa ditemukan bahwa ada istri yang bersikap pasif dalam pengambilan keputusan dan cenderung mengikuti keputusan yang telah diambil oleh suami walaupun beberapa informan memiliki pendidikan yang setara dengan suami dan memiliki pekerjaan disektor publik, sementara responnden lainya yang mengaku selalu berinisiatif untuk mengajak taren meminta pendapat dan berunding dengan suami untuk memutuskan suatu hal serta mendapatkan kesempatan untuk mengambil keputusan berdasarkan kesepakatan hasil tersebut dapat diketahui bahwa istri tidak hanya selalu patuh terhadap keputusan yang dibuat suami secara multak, melainkan istri mendapatakan kesempatan yang sama untuk mengutarakan pendapat yang dipertimbangkan dalam pengambilan keputusan, bahkan diberikan kesempatan untuk mengampil keputusan secara mandiri dengan kesepakatan bersama. Sehingga dapat dikatakan bahwa suami telah memposisikan istri sebagai mitra kerjasama, termasuk dalam pengambilan keputusan keluarga dengan diajak untuk berdiskusi mengenai berbagai macam permasalahan yang terjadi dan berbincang tentang hal-hal yang ringan Herlian & Daulay, 2008; Dewi, 2011.a. Pembagian Peran dalam Pengelolaan Keuangan Dalam pengelolaan keuangan suami berperan sebagai pencari nafkah tunggal, namun terdapat beberapa keluarga yang mendapatkan tambahan ekonomi dari penghasilan istri yang bekerja di kantor maupun menjalankan usaha di rumah. Hal tersebut seperti diungkapkan oleh Hamzani 2010 bahwa saat ini tidak hanya mengurusi wilayah domestik rumah tangga, kasur, sumur, dapur. Perempuan bekerja pada sektor ekonomi dan dapat menambah penghasilan keluarga seperti banyaknya kaum perempuan yang bekerja di kantor, di pabrik-pabrik, dan berjualan di tersebut mengindikasikan bahwa perempuan telah memiliki kemandirian untuk membantu perekonomian keluarga dengan bekerja di sektor publik dan melakukan usaha. Hal tersebut menunjukkan bahwa pemikiran dan sikap perempuan saat ini lebih 83Pembagian Peran dalam...Dyah Purbasari Kusumaning Putri dan Sri LestariISSN 1411-5190egaliter yaitu dengan memiliki peran secara bersamaan pada sektor ekonomi dengan bekerja di wilayah publik dan masih bertanggung jawab pada sektor domestik atau sering dikenal dengan konsep peran ganda bagi perempuan Hamzani, 2010Ketika melakukan pengelolaan keuangan, suami menyerahkan penghasilan kepada istri dan memberikan saran maupun pertimbangan kepada istri dalam melakukan pengelolaan. Istri mengelola keuangan keluarga dengan membuat perencanaan dengan memisah-misahkan penghasilan sesuai dengan kebutuhan yang dipenuhi. Kebutuhan rumah tangga meliputi kebutuhan pokok dan kebutuhan lain serta sebagai uang simpanan atau tabungan. Kebutuhan pokok meliputi belanja bahan makanan, biaya listrik, telepon, serta biaya pendidikan anak dan kebutuhan lain meliputi membeli alat elektronik, perlengkapan rumah dan dana kemasyarakatan seperti sumbangan. Hasil penelitian ini selaras dengan penelitian yang dilakukan oleh Herlian dan Daulay 2008 yang mengunkapkan bahwa terdapat budaya yang tetap memposisikan laki-laki suami sebagai pencari nafkah keluarga sementara pengaturan keuangan keluarga dikendalikan oleh istri, hal ini dikarenakan oleh kesepakatan bersama, di sisi lain suami lebih mempercayai istri dalam hal pengelolaan anggaran Pembagian Peran dalam Mengasuh AnakPengasuhan anak merupakan tanggungjawab kedua orang tua yaitu suami maupun istri dengan bekerjasama untuk memberikan pendidikan baik dalam keluarga maupun secara formal. Dalam melakukan pendampingan kedua orang tua bekerjasama dengan bergantian untuk mengawasi anak dan memberikan nasihat, saling mengingatkan agar tidak terlalu keras dalam mendidik anak serta berdiskusi untuk menyelesaikan permasalahan dalam pengasuhan penelitian ini menunjukan adanya pandangan bahwa pengasuhan anak merupakan tanggung jawab seorang ibu karena ibu lebih banyak memiliki waktu untuk mengawasi dan mendidik anak daripada suami yang cenderung lebih banyak bekerja di luar rumah. Namun di sisi lain suami juga turut berperan dalam pengasuhan anak dengan memberikan nasihat pada anak, mendampingi anak ketika di rumah, dan menghabiskan waktu dengan anak sepulang kantor dan bekerjasama dengan istri dengan saling memberikan masukan dalam medidik anak. Hal tersebut menunjukkan adanya kesadaran mengenai peran ayah dan ibu dalam perkembangan anak dengan adanya keterlibatan suami dalam melakukan pengasuhan anak Lestari, 2012SIMPULANPembagian peran dalam rumah tangga pada pasangan suami istri Jawa meliputi tiga hal yaitu pengambilan keputusan, pengelolaan keuangan, dan pengasuhan anak. Suami melibatkan isteri dengan meminta pendapat, dan megambil keputusan melalui kesepakatan bersama. Dalam masalah pengelolaan keuangan, suami lebih mempercayakannya kepada isteri. Sementara dalam perngasuhan, isteri juga lebih banyak berperan. Meskipun telah ada upaya dari para suami untuk terlibat dalam pengasuhan, namun apakah keterlibatan tersebut menandakan adanya kesadaran akan peran ayah dalam pengasuhan anak masih perlu diteliti lebih ini merupakan eksplorasi awal dalam pembagian peran pada pasangan suami isteri yang cakupan informannya sangat terbatas. Untuk penelitian selanjutnya, perlu dilakukan kajian lebih lanjut pembagian peran pada pasangan yang sama-sama bekerja, pasangan yang memiliki asisten rumah tangga, juga pasangan yang masih tinggal bersama dengan orang tua atau mertua. Dengan demikian diharapkan dapat diperoleh gambaran yang komprehensif mengenai variasi pembagian peran pada pasangan suami isteri. 84ISSN 1411-5190Jurnal Penelitian Humaniora, Vol. 16, No. 1, Februari 2015 72-85DAFTAR PUSTAKABotkin, D. R., Weeks, M. O., & Morris, J. E. 2000. Changing marriage role expectations 1961-1996. Sex Role, 42, S. T., & Mickelson, K. D. 2009. Division of Household Labor and Distress The Role of Perceived Fairness for Employed Mothers. Sex Role, A. I. 2010. Pembagian Peran suami Istri Dalam keluarga Islam Indonesia Analisis Gender terhadap Inpres No. 1 tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam. SOSEKHUM, 69, 1-15. Diambil kembali dari D & Hardjodisastro, W. 2010. Ilmu Slamet Merangkai Mutiara Filsafat Jawa di Era Modernisasi dan Globalisasi. Jakarta PT Bhuana Ilmu & Daulay, H. 2008. Kesetaraan Gender Dalam Pembagian Kerja Pada Keluarga Petani Ladang Studi Kasus Analisa Isu Gender pada Keluarga Petani Ladang di Desa Cot Rambong, Kecamatan Kuala, Kabupaten Nagan Raya, NAD. Jurnal Harmoni Sosial, II2, A., & Harris, C. 2002. Desirability of the Bem sex-role inventory items for women and men A comparison between African Americans and European Americans sex roles. Journal of Sex Research, 2, & Waite, L. J. 2005. Husband and Wife Time Spent on Housework A Comparison of Measures. Journal Marriage and Family, 67, S. 2012. Psikologi Keluarga Penanaman Nilai dan Penanganan Konik dalam keluarga. Jakarta Kencana Prenada Media S. 2013. Konsep dan Transmisi Nilai-Nilai Jujur, Rukun, dan hormat. Disertasi Tidak Diterbitkan Yogyakarta Program Doktor Universitas Gajah Mada N., Stier, H., & Braun, M. 2006. The Division of Household Labor in Germany. Journal of Marriage and Family, 1147– E. 2008. Kesejahteraan Psikologis Istri Ditinjau dari Sikap Gender pada Pasutri Muslim. Jurnal Psikologi, 2, & Dauly, H. 2008. Kesetaraan Gender Dalam Pembagian Kerja Pada Keluarga Petani Ladang Studi Kasus Analisa Isu Gender pada Keluarga Petani Ladang di Desa Cot Rambong, Kecamatan Kuala, Kabupaten Nagan Raya, NAD. Jurnal Harmoni Sosial, II2, D., & Defrain, J. 2003. Marriages and families Intimacy, diversity, and strengths. New York McGraw-Hill Higher E. K. 1998. Pendekatan Kualitatif dalam Penelitian Psikologi. Jakarta LPSP3 Fakultas Psikologi Universitas IndonesiaPuspitawati, H. 2010. Analisis Structural Equation Modelling Tentang Relasi Gender, Tingkat Stres, Dan Kualitas Perkawinan Pada Keluarga Penerima Program Keluarga Harapan PKH. Jurnal Studi Gender & Anak, 52, Y. 1995. Gender dan Pembangunan. Jakarta Puslitbang Kependudukan J. A. 2009. Dasar-dasar Psikologi Kualitatif Pedoman Praktis Metode Penelitian. Bandung Penerbit Nusa Media. 85Pembagian Peran dalam...Dyah Purbasari Kusumaning Putri dan Sri LestariISSN 1411-5190Sihite, R. 2007. Perempuan, Kesetaraan dan Keadilan “Suatu Tinjauan Berwawasan Gender”. Jakarta PT Raja Grando R. 1995. Perkawinan Sebaya. Jakarta PT S. 2002. Hubungan antara pandangan peran gender dengan keterlibatan suami dalam kegiatan rumah tangga. Thesis, 1-21. Diunduh dari ... As stated by Uyun 2002, families of Javanese ethnicity have different parenting styles and perspectives because mothers tend to get greater propriety in caring for children than fathers. It is undoubtedly in line with the values in Javanese culture that specifically place mothers as caregivers of children in the family Putri & Lestari, 2015;Uyun, 2002. The role of mothers in Javanese families is in the domestic sphere. ...... This role is known as kanca wingking, which means friends behind. In another sense, it can be interpreted that the role of mothers is related to masak cooking, macak dressing up, and manak birthing Hermawati, 2007;Putri & Lestari, 2015;Uyun, 2002. A number of studies on families of Javanese ethnicity have consistently found that the task of childcare is still focused on the mother's responsibility Budiati, 2010;Nisa et al., 2022;Putri & Lestari, 2015;Uyun, 2002. ...... In another sense, it can be interpreted that the role of mothers is related to masak cooking, macak dressing up, and manak birthing Hermawati, 2007;Putri & Lestari, 2015;Uyun, 2002. A number of studies on families of Javanese ethnicity have consistently found that the task of childcare is still focused on the mother's responsibility Budiati, 2010;Nisa et al., 2022;Putri & Lestari, 2015;Uyun, 2002. ...Hesdo Celvin NarahaSowanya Ardi Prahara Angelina Dyah Arum SetyaningtyasA husband’s social support is one of the factors shaping subjective well-being in mothers who have children with special needs. It is undoubtedly influenced by the cultural values that form the basis of relationships in families of Javanese ethnicity. Therefore, this study looks at the relationship between the husband’s social support and subjective well-being in mothers with children with special needs with a Javanese ethnic background. The sampling technique used was probability sampling with 36 participants of mothers of Javanese ethnicity who had children with special needs in the age range of 1-18 years—data collection using the Mother’s Subjective Well-Being Scale and the Husband’s Social Support Scale. The data analysis technique used is Pearson product-moment correlation. The data analysis shows no relationship between subjective well-being and husband’s social support in mothers of Javanese ethnicity who have children with special needs. The results of this study imply that subjective well-being in mothers with Javanese ethnicity is not related to external factors.... Memiliki keluarga yang harmonis, bahagia dan sejahtera merupakan dambaan dari pasangan suami dan istri yang sudah menikah. Namun, menciptakan keluarga yang harmonis bukanlah hal yang mudah untuk dicapai Putri & Lestari, 2016. Untuk mencapai keharmonisan terdapat banyak faktor pendukung yang harus diupayakan oleh masing-masing anggota keluarga, seperti memprioritaskan keluarga, menjaga kebutuhan anggota keluarga, komunikasi antar anggota keluarga, saling pengertian, sabar, jujur, saling percaya, tidak mudah berprasangka buruk terhadap pasangan, serta saling mencintai dan menyayangi. ...... Perbedaan sifat ini seringkali menjadi kendala untuk menyatukan, kecuali jika ada kesediaan diri dari pasangan untuk saling memahami satu sama lain Kurniawati, 2013. Perbedaan ini membutuhkan penyesuaian yang harus dilakukan secara berkala agar tidak menyebabkan munculnya ketegangan antara pasangan suami dan istri Putri & Lestari, 2016. Elemen penyesuaian dalam hubungan yang paling penting dan mendasar ialah tentang komunikasi Gleen, 2003. ...... Keterampilan dalam berkomunikasi dapat membuat pola hubungan yang baik antar anggota keluarga, namun apabila komunikasi tidak terjalin dengan baik maka dapat menimbulkan kesalahpahaman dan perbedaan persepsi bagi lawan bicara serta menimbulkan respon yang berbeda Putri & Lestari, 2016. Kesalah pahaman dalam berkomunikasi dapat pula menimbulkan konflik yang terjadi karena menggunakan gaya komunikasi yang salah. ...Eka HertisyahraniIneffective communication within a family is a problem that often occurs and requires immediate treatment so as not to cause more severe problems. The lack of effective communication in this family was initially complained about by the wife, who complained about the changes in behavior experienced by her husband since he started working. Changes in behavior around being reluctant to communicate his disapproval and acting indifferent to his wife's feelings make him feel uncomfortable. This non-assertive behavior forms an indirect or indirect communication pattern that results in disharmony in household relations. Observation, interviews, and the Couple Communication Satisfaction Scale CCSS are the assessments carried out to explore the problem. The intervention used is solution-focused therapy SFT; the implementation procedure consists of 6 sessions to improve communication patterns between husband and wife. SFT is proven to be able to improve communication patterns that exist between husband and wife. These changes in more positive communication between couples mean that interactions within the family are better than before and that family members are spending more time together than before. Keyword Solution-focused therapy, communication, couple communication satisfaction Abstrak Komunikasi yang tidak efektif dalam keluarga merupakan masalah yang sering terjadi dan memerlukan penanganan segera agar tidak menimbulkan masalah yang lebih berat. Kurangnya komunikasi yang efektif dalam keluarga ini awalnya dikeluhkan oleh istri yang mengeluhkan perubahan perilaku yang dialami suaminya sejak mulai bekerja. Perubahan perilaku seputar keengganan untuk mengomunikasikan ketidaksetujuannya dan bersikap acuh tak acuh terhadap perasaan istrinya membuatnya merasa tidak nyaman. Perilaku tidak asertif ini membentuk pola komunikasi tidak langsung atau tidak langsung yang mengakibatkan ketidakharmonisan dalam hubungan rumah tangga. Observasi, wawancara, dan Couple Communication Satisfaction Scale CCSS merupakan penilaian yang dilakukan untuk menggali permasalahan. Intervensi yang digunakan adalah solution-focused therapy SFT; Prosedur pelaksanaannya terdiri dari 6 sesi untuk memperbaiki pola komunikasi antara suami dan istri. SFT terbukti mampu memperbaiki pola komunikasi yang terjalin antara suami istri. Perubahan dalam komunikasi yang lebih positif antara pasangan ini berarti bahwa interaksi dalam keluarga menjadi lebih baik dari sebelumnya dan anggota keluarga menghabiskan lebih banyak waktu bersama daripada sebelumnya. Kata kunci Solution-focused therapy, komunikasi, couple communication satisfaction... Sebagai pasangan suami istri yang baik, orang tua ayah dan ibu harus bisa menjadi rekan baik dan menyenangkan bagi satu sama lainnya, bekerja sama dan saling mendukung dalam semua hal. Selain menjadi pemimpin dalam keluarga dan rekan baik bagi istrinya, seorang suami dapat membantu istrinya dalam mengasuh anak, seperti mengajak anak bermain dan berekreasi serta memberikan waktu luang untuk anak di sela-sela kesibukannya mencari nafkah, begitu juga dengan istri yang siap mendampingi suami, menjadi teman diskusi bagi suami, siap menjaga dan membimbing anak-anaknya Putri & Lestari, 2015. ...Winda TrisnawatiDiana OktaviaIkhsan Maulana PutraMegawati MegawatiDesa Tirta Kencana merupakan desa yang cukup luas dengan penduduk yang memiliki pemahaman yang sangat baik tentang pentingnya pendidikan. Akan tetapi, pada umumnya, warga Desa Tirta Kencana masih belum terlalu memahami pentingnya peran kedua orang tua terhadap pendidikan anak. Tanggung jawab pendidikan anak sepenuhnya diserahkan kepada para ibu yang bertugas penuh dalam mengurusi hal-hal yang berkaitan dengan rumah tangga dan anak, sementara para ayah bertugas mencari nafkah dan memenuhi semua kebutuhan keluarga. Sosialisasi Peranan Orang Tua Terhadap Pendidikan Anak di Desa Tirta Kencana dilakukan dalam mengisi kegiatan rutin bulanan ibu-ibu PKK Desa. Sosialisasi ini dilaksanakan guna membantu mengubah pola pikir warga tentang pentingnya peran kedua orang tua ayah dan ibu terhadap pendidikan anak.... Banyak keluarga bahagia karena relasi yang baik dan harmonis dalam berumah tangga. Sebaliknya banyak keluarga yang berantakan ketika terjadi kegagalan dalam relasi suami istri Putri & Lestari, 2015. Orang tua yang mempunyai anak yang bekerja sebagai tenaga kesehatan seperti perawat akan merasakan kecemasan dan ketakutan. ...Weni SeptianingsihStefanus IdesFendy YesayaNurses are at the forefront of treating patients who have been confirmed positive for COVID-19. That nurses become one of the health workers who are vulnerable to transmission of this disease, because nurses interact with COVID-19 patients for 24 hours. Nurse families feel anxiety while their family is in the isolation room. The purpose of this study is to analyze the factors related to the level of anxiety of families whose family members work in the Covid -19 room at Eka Hospital Tangerang. This study uses a descriptive correlation method with a cross sectional approach. Data were collected by questionnaires as many as 32 nurses. The results showed that the characteristics of families whose family members worked as nurses in the Covid-19 room at Eka hospital Tangerang were mostly >45 years old secondary education adequate knowledge % moderate anxiety There is no relationship between family age and anxiety level p value There is a relationship between education and the level of anxiety p value There is a relationship between knowledge and level of anxiety p value The hospital can overcome problems related to family anxiety such as increasing education and knowledge.... When the mother makes parenting mistakes, her influence is greater than when her caregivers make mistakes Babcock Fenerci & Allen, 2018. How a baby or young child feels about his parents is a key factor in whether or not he will live Putri & Lestari, 2015. ...Yanti Tayo Siti Nursantip>There are different types of uniqueness and diversity of mothers who can be an option for women who, in addition to carrying out their duties as mothers, choose to carry out other activities such as working mothers, mothers who become politicians, and mothers who have street children, as in the research conducted. The purpose of this research is to find out how the mother's communication experience is on the streets. This study was carried out using qualitative research methods and Alfred Schutz's phenomenological approach. Researchers take steps that are deemed necessary in order to explore and comprehend the experiences of street children's mothers and their points of view. This study included 14 informants, including 10 key informants and 4 additional informants. The findings of this study are the experiences of street children's mothers while accompanying their children to work on the streets, as well as the actions they receive from other people as a result of the street children's mothers' acts of communication. Mothers of street children have both pleasant and unpleasant communication experiences; As for the unpleasant experiences that were obtained, among others, being considered an irresponsible mother for allowing her child to be on the streets even though she knew that the streets were very dangerous for herself and her child. Meanwhile, a pleasant experience gained by a mother of street children is the closeness she feels with her child, considering that mothers of street children will be with their children longer than other mothers, mothers of street children can discuss many things with their children, understand children better and discuss what they will do and where they will go each day. From this communication experience, mothers interpret the meaning of children as reinforcement in the life they live and children as helpers who will bring mothers of street children to a better study used a sample of 121 employed, married or cohabitating mothers with a high socioeconomic status SES primarily from the Midwest United States to examine the relationship between division of household labor, perceived fairness, and distress. Due to inconsistent findings in prior literature, perceived fairness was examined as both a mediator and moderator between division of household labor and distress. Analyses indicated that perceived fairness played a mediating but not moderating role, suggesting that an individual’s perceptions of fairness are one mechanism by which division of household labor influences marital and personal distress in married individuals. Post hoc analyses also indicated that increased marital distress may explain the link between perceived unfairness and personal distress. Although results must be interpreted with caution due to the selectivity of the sample, the present study provides additional support for the importance of perceived fairness in the link between division of household labor and distress. Alison M. KonradClaudia HarrisThe Bem Sex-Role Inventory BSRI is a widely used instrument for measuring gender role perceptions, but questions have been raised regarding whether its items reflect contemporary views on gender. A recent study Holt & Ellis, 1998 revalidated all but 2 of the 40 adjectives included in the masculine and feminine BSRI indices for a predominantly European American undergraduate sample in a rural Southern town. We examined whether European Americans in a different geographical area and 2 samples of African Americans would show similar findings. Study participants were recruited in undergraduate management courses in 2 universities and included 62 European American women, 69 European American men, 40 African American women, and 31 African American men in a large Northeastern city and 56 African American women and 33 African American men in a small Southern city. Findings indicated that European American men in the urban Northeast and African American men in the South gave the most traditional ratings, whereas European American women in the urban Northeast expressed the most liberal views. European American women considered only 4 of the 40 BSRI items to be differentially desirable for women and men, a considerable departure from the findings of Holt and Ellis 1998 as well as Bem 1974.We compare the patterns of household division of labor in Germany and Israel—two countries that share key elements of the corporatist welfare regime but differ in their gender regimes—and evaluate several hypotheses using data from the 2002 International Social Survey Program. Although time constraints and relative resources affect the division of household labor and women’s housework in both societies, we find that in Germany the gender order of household labor is more rigid, whereas in Israel the spouses’ linked labor market status exerts distinctive effects. We also find significant relationships between gender ideology and the division of household labor. We discuss the theoretical advantages of approaching the comparative study of gender inequality from the vantage point of family and gender study compares a series of estimates of the time spent on housework from survey responses and time-use estimates from the Experience Sampling Method ESM obtained from husbands and wives in the Sloan 500 Family Study. These include estimates from husband's and wife's answers to questions about own time and spouse's time on household tasks, and time-use estimates from the ESM. The three ESM estimates include primary activity only, primary plus secondary activity, and primary and secondary activity plus time spent thinking about household tasks. We find that estimates of hours spent on housework differ substantially and significantly across various measures, as does the absolute size of the gap between hours spent by husbands and wives. Share of housework done by husbands differs somewhat R. BotkinM. O'Neal WeeksJeanette E. MorrisThe present study is an update of a longitudinal study of marriage role expectations begun in 1961. Data collected in 1990 and 1996 have been added to the data set, allowing for comparisons of female college students' marriage role expectations from 1961, 1972, 1978, 1984, 1990, and 1996. Comparisons include the females' traditional vs. egalitarian expectations for their marriage overall as well as on the seven subscales of authority, homemaking, child care, personal characteristics, social participation, education, and employment and support. There were significant changes toward more egalitarian expectations overall and on all subscales except authority from 1961 to 1972. Since 1972, the only significant changes were on the subscales of authority, homemaking, and child care, with no significant changes on any subscales or on overall expectations since DaulayThis title of this research is “Equivalent Gender in Sharing of Work at Agriculture Family” which related with issues sharing work of gender has been done by a couple of husband-wife in domestic sector – public. For long time, the construction of gender in community has bias which created concept sharing of work for gender is not equal. And seem a social problem on relation of gender in family and role of gender is limp in community. The sharing of work is based on stereotype, until issues bias of gender is so important to appointed and dug the research is done at Cot Rambong village, Kuala Sub-District, Nagan Raya District – NAD..The research has been done at 8 eight of farmer family to get view that role of gender in sharing of work based on sex is not be in farmer family. But the happened is role of gender equal in sharing of work domestic – public by farmer family. The result from the research is there some factors/influences until happened equal role of gender in farmer family. The factors are based on the religion of Moslem egaliter and effecting from culture of Acehness and also relation culture of gender in community of Java. Beside the factor, culture of Acehness people also influence be happened equal role of gender in sharing work in domestic – public at farmer family also be influenced by social value of gender from Java which not bigger the influence to role of gender not limp at farmer family. From the research has been done so there are 3 factors caused role of gender equal in sharing of work domestic and public sector at farmer family in Cot Rambong village, Kuala Sub-District, Nagan Raya Peran suami Istri Dalam keluarga Islam Indonesia Analisis Gender terhadap Inpres No. 1 tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam SOSEKHUMA I HamzaniHamzani, A. I. 2010. Pembagian Peran suami Istri Dalam keluarga Islam Indonesia Analisis Gender terhadap Inpres No. 1 tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam. SOSEKHUM, 69, 1-15. Diambil kembali dari article/view/67Ilmu Slamet Merangkai Mutiara Filsafat Jawa di Era Modernisasi dan GlobalisasiD HardjodisastroW HardjodisastroHardjodisastro, D & Hardjodisastro, W. 2010. Ilmu Slamet Merangkai Mutiara Filsafat Jawa di Era Modernisasi dan Globalisasi. Jakarta PT Bhuana Ilmu Keluarga Penanaman Nilai dan Penanganan Konflik dalam keluargaS LestariLestari, S. 2012. Psikologi Keluarga Penanaman Nilai dan Penanganan Konflik dalam keluarga. Jakarta Kencana Prenada Media dan Transmisi Nilai-Nilai Jujur, Rukun, dan hormat. Disertasi Tidak Diterbitkan Yogyakarta Program DoktorS LestariLestari, S. 2013. Konsep dan Transmisi Nilai-Nilai Jujur, Rukun, dan hormat. Disertasi Tidak Diterbitkan Yogyakarta Program Doktor Universitas Gajah Mada Yogyakarta. 1 Ayah Mengambil Peran Laki-laki Di Rumah yang Bisa Mendorong Anak Perempuan jadi Pemimpin. Seorang ayah harus bisa mengambil peran laki-laki yang dapat mendampingi, mengajari dengan kesabaran, dan menanamkan nilai-nilai serta kepercayaan diri penting agar anak memiliki kemampuan untuk melakukan sesuatu yang lebih baik.
Deputi Bidang Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi KKBR BKKBN, dr Eni Gustina. JAKARTA - Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana BKKBN menyebutkan, partisipasi laki-laki menjadi penting dalam keluarga berencana KB dan kesehatan reproduksi karena laki-laki merupakan 'partner' perempuan dalam reproduksi dan kegiatan seksual. Tapi, berdasarkan data yang ada, kesertaan laki-laki dalam ber-KB masih rendah."Partisipasi pria menjadi penting dalam KB dan kesehatan reproduksi karena pria adalah 'partner' wanita dalam reproduksi dan seksual. Karena itu, pria dan wanita harus berbagi tanggung jawab," jelas Deputi Bidang Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi BKKBN, dr Eni Gustina dalam siaran pers di Jakarta, Jumat 9/6/2023.Menurut dia, hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia SDKI 2017, menunjukkan kesertaan laki-laki dalam ber-KB masih rendah. Untuk kondom, misalnya hanya sebesar 2,5 persen dan vasektomi 0,2 persen. Berdasarkan data New SIGA BKKBN tahun 2022, capaian kesertaan KB laki-laki sebesar 2,48 persen atau hanya memenuhi 46,52 persen dari target yang telah ditetapkan sebesar 5,33 persen."Upaya untuk meningkatkan partisipasi pria dalam pemakaian kontrasepsi telah kami lakukan secara intensif dan terus-menerus," terang Eny. BKKBN memandang, dokter umum yang telah mendapatkan kompetensi sangat besar dalam peningkatan akses dan kualitas pelayanan KB, termasuk vasektomi. Beberapa pelayanan KB memang harus ditangani oleh dokter yang memiliki kewenangan itu. Sebut saja, vasektomi, tubektomi, implan, dan pelayanan metode kontrasepsi hormonal bagi perempuan dengan kondisi tertentu, hanya boleh dilayani dokter tertentu. Vasektomi atau metode operasi pria MOP adalah operasi kecil yang dilakukan untuk mencegah transportasi sperma di testis dan penis dengan harapan air mani yang keluar ketika ejakulasi tidak lagi mengandung sel sperma. Vasektomi merupakan prosedur yang sangat efektif untuk mencegah terjadinya kehamilan karena bersifat permanen. BACA JUGA Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Klik di Sini
.
  • yyuc469p6a.pages.dev/473
  • yyuc469p6a.pages.dev/948
  • yyuc469p6a.pages.dev/371
  • yyuc469p6a.pages.dev/154
  • yyuc469p6a.pages.dev/749
  • yyuc469p6a.pages.dev/126
  • yyuc469p6a.pages.dev/866
  • yyuc469p6a.pages.dev/719
  • yyuc469p6a.pages.dev/508
  • yyuc469p6a.pages.dev/639
  • yyuc469p6a.pages.dev/827
  • yyuc469p6a.pages.dev/524
  • yyuc469p6a.pages.dev/590
  • yyuc469p6a.pages.dev/164
  • yyuc469p6a.pages.dev/248
  • peran laki laki dalam keluarga